Dansa 90

Disway--Disway

"Hahaha...." ia tertawa.

BACA JUGA:Jadi Wakil Real Madrid Lawan Striker TOP Eropa

Sang ayah sudah memang pengusaha sukses: dagang macam-macam. "Yang saya ingat dagang tembakau, cengkih, dan emas," ujar Kwik.

Di klub elite itulah pesta dan dansa jadi kehidupannya. Di situ kalau lagi minum minuman keras seperti adu kuat. Demikian juga kalau dansa.

Dansa itu lantas berkembang menjadi hobi. Mencandu dalam diri. Sampai tua. Di rumah pun dansa. Pun bila hanya bersama istri.

Dansa itu juga diwariskan. Ditularkan. Ke anak-anaknya. Saat istrinya sudah tidak ada, Kwik berdansa dengan putrinya –rumah mereka bersebelahan di Radio Dalam.

BACA JUGA:Elkan Baggot Sambut Kedatangan Pelatih Baru

"Kapan terakhir dansa?”

"Belum lama. Minggu lalu. Tapi yah sudah beda. Dansanya orang tua," katanya.

"Di mana dansanya?"

"Di rumah anak saya. Lantai dua rumah itu full untuk lantai dansa," katanya. "Ayo kapan ke sini lagi ikut dansa. Ajak teman-teman," katanya.

BACA JUGA:Mahasiswa KKN UNSRI Kenalkan ‘’Greenvita’’

Saya bertemu Kwik di teras belakang rumah itu. Di dekat kolam renang yang panjang memanjang. Warna catnya biru tua setengah ungu. Kwik minum kopi espresso. Ia masih boleh minum kopi.

"Dulu sembilan gelas satu hari. Sekarang satu gelas," katanya.

Soal kopi ini, di zaman Bung Karno, Indonesia pernah punya masalah besar dalam ekspor ke Eropa. Termasuk ekspor kopi. Diboikot. Gara-garanya ada eksporter kita yang nakal: kirim sampah. Hampir persis dengan kenakalan eksporter sarang burung dan porang kita di tahun belakangan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan