Dansa 90

Disway--Disway

Untuk mengatasi krisis itu harus dibentuk kantor dagang Indonesia di Belanda. Idenya dari pengusaha besar sahabat Bung Karno: Tambunan.

BACA JUGA:Berikan Dukungan, Imbau Warga untuk Jaga PHBS

Persoalan muncul: siapa yang akan memimpin kantor dagang itu. Ia harus tahu seluk belum Eropa dan bisa berbahasa Belanda.

Tambunan pun mengusulkan nama Ferry Sonneville. Bung Karno marah. "Ferry itu pahlawan nasional kita. Masak akan kamu jadikan pedagang," ujar Bung Karno seperti ditirukan Kwik.

Kwik memang punya hubungan khusus dengan Ferry. Di samping satu almamater di Balanda, mereka pernah bikin usaha bersama: real estate. Rumah yang ia tempati sekarang adalah di kompleks real estat yang ia bangun bersama Ferry. Masih ada lagi perumahan di Kemang.

Ferry-lah yang lantas mengusulkan nama Kwik Kian Gie menjadi pemimpin kantor dagang di Belanda. Bung Karno setuju.

BACA JUGA:Makanan Khas Lumajang Unik dan Istimewa, Bikin Ngiler!

Berangkatlah Kwik ke Belanda. Istrinya senang. Mereka akan sama-sama kembali ke Belanda. Ketika tiba saatnya mau berangkat ada masalah: istri Kwik sudah berpaspor Indonesia. Untuk ke Belanda harus punya visa.

Sang istri urus visa. Tidak bisa keluar. Hubungan RI dengan Belanda lagi buruk. Soal Irian Jaya. Kwik berangkat sendiri ke Belanda.

Setelah sembilan bulan membujang di sana barulah visa sang istri keluar. Dia menyusul ke Balanda. Begitu mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam, sang istri tidak ke rumah dulu. Saat itu mereka sudah punya rumah di sana.

Dari bandara, sang istri langsung ke kantor pemerintah. Dia gebrak meja. "Saya ini Belanda. Mengapa diperlakukan begini," sergahnyi.

BACA JUGA:Tempat Wisata di Banten, yang Wajib Dikunjungi Saat Liburan Bareng Keluarga!

Hari itu juga paspor Belanda-nyi keluar. Paspor Indonesia-nyi dikembalikan ke negara. Sampai akhir hayatnyi di Jakarta dia tetap berpaspor Belanda.

Lain hari saya ingin ngobrol lagi. "Kapan saja," katanya. Saya ingin belajar bagaimana bisa hidup sampai umur 90 tahun.(Dahlan Iskan)

Tag
Share