Lomba Pengeras
Disway--Disway
Target pindah-pindah pohon hari itu pun meleset.
BACA JUGA:Sajikan Peralatan Sholat Memeriahkan Bulan Suci Ramadhan
Di Tiongkok tidak ada target yang meleset –oleh penyebab seperti itu. Ketika tetangga meninggal pekerjaan jalan terus. Tanpa mengabaikan etika bertetangga. Mereka bisa melayat malam hari. Atau keesokan harinya. Bila perlu di hari ketiga, keempat, kelima atau kapan saja sempat: mayat umumnya baru dikubur tujuh hari kemudian.
Pengumuman dari masjid tadi sekaligus berfungsi sebagai ''surat izin tidak masuk kerja''. Bos tidak boleh menanyakan kenapa tidak masuk. Atau mana surat izinnya. Apalagi harus bertanya ''apa hubungan antara Anda dan yang meninggal tadi''.
Pengeras suara di masjid-masjid itu juga penanda kapan pekerjaan harus dihentikan.
Jauh sebelum tiba waktunya salat pun sudah berkumandang lagu-lagu pujian pada Tuhan. Kadang dari suara yang merdu. Kadang dari suara yang cempreng. Nadanya pun kacau balau. Sakit di telinga.
BACA JUGA:Berwisata Religi ke Masjid Raya Kota Pagaralam
Saya tidak mengeluh. Yang seperti itu adalah masa kecil saya. Kadang lagu pujian seperti itu sengaja saya buat kacau agar imamnya cepat datang.
Saya tahu: imam di tempat saya, dulu, suka ngobrol sambil merokok. Salat pun menunggu rokoknya habis.
Katanya: itu untuk melatih militansi anak dalam kuat-kuatkan melantunkan pujian pada Tuhan sepanjang mungkin. Juga latihan sabar.
Tapi waktu itu tidak ada pengeras suara. Anak-anak melantunkan pujian sambil duduk bersila di dalam masjid.
BACA JUGA:Seruu! Jerman Akan Hadapi Prancis dan Belanda!
Kala itu saya tidak memikirkan perasaan orang lain. Satu desa Islam semua. Pun semua penduduknya bukan orang sibuk.
Kini, dengan banyaknya pengeras suara di masjid itu saya suka bertanya ke diri sendiri: bagaimana perasaan orang yang bukan Islam yang tinggal di sekitar sini. Terutama ketika mendengar suara yang sangat tidak merdu itu.
Keesokan harinya Pak Kasan masuk kerja. "Kemarin melayat dua kali ya?" tanya saya berbasa-basi.