Sedih Tidak

Disway--Disway

Setelah meninggal muda pada usia 28 tahun, Lin Moniang dianggap sebagai makhluk ilahi oleh masyarakat setempat karena keajaiban-keajaiban yang dihubungkan dengan dirinyi.

BACA JUGA:Menikmati Keindahan Danau Ranu Agung, Salah Satu Danau Terbaik Di Jawa Timur Tepatnya Di Probolinggo

Dia kemudian diangkat sebagai dewi dan dikenal sebagai Mazu, yang berarti "Ibu Leluhur."

Kuil-kuil yang didedikasikan untuk Mazu, seperti kuil "Fengshan Gong" (鳳山宮), banyak ditemukan di wilayah pesisir Tiongkok, Taiwan, dan komunitas diaspora Tionghoa di seluruh dunia.

Mazu juga memiliki perayaan tahunan yang besar, terutama di Taiwan, di mana festival untuk menghormati Mazu melibatkan prosesi, doa, dan persembahan.

Sungguh banyak pun orang Tionghoa baru tahu cerita itu dari pengasuh pesantren ini. Apalagi saya.

BACA JUGA:Mencoba Wisata Alam Gunung Kendeng, Menikmati Panorama Terbaik di Banten!

Sejak Ahmadie berhenti sebagai pimpinan di harian Republika saya kehilangan kontak dengannya. Rupanya ia terus jadi aktivis.

Selain mengasuh pesantren Ahmadie juga aktif di Komisi PPP (penelitian) di MUI. Juga jadi pengurus di beberapa  ormas seperti PUI atau PIM (Pergerakan Indonesia Maju).

"Saya sedih, sebagian kawan di Komisi PPP MUI sampai menyebut Anda murtad," tulisnya.

BACA JUGA:Mencicipi 5 Makanan Khas Bontang yang Bikin Lidah Wisatawan Ketagihan!

Saya tidak sedih. Baik juga sesekali medsos memperdebatkan masalah hubungan kemanusiaan yang mendasar.

Untuk menutup tulisan ini saya ingat foto saya di pabrik yang baru saya kunjungi di Shenzhen.

Foto itu hadiah untuk Leong Putu. Pas banget. Saya berfoto di sebelah tulisan itu. Arti bebasnya: rumah tanpa istri tidak bisa disebut rumah.(Dahlan Iskan)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan