Tumit Zaytun
Disway--Disway
Saya didudukkan di kursi utama menghadap mereka.
BACA JUGA:Resmi Dapatkan Surat B1KWK Perindo
Ada tiga kursi di situ. Yang dua lagi untuk Syekh Panji Gumilang dan istri. Mayjen Purn Kivlan Zein juga berada di deret depan.
Komjen Pol Purn Susno Duadji sudah mengisi acara di situ sehari sebelumnya. Pun pemikir Pancasila Prof Dr Yudi Latief. Termasuk orang seperti Ilham Aidit –anak ketua umum PKI di masa lalu.
Mereka adalah para pembicara seminar tiga hari bertemakan "Indonesia 1000 Tahun Lagi".
Di puncak acara ini saya melihat ''keanehan'' pada diri Syekh Panji Gumilang: ia mengenakan baju batik lengan panjang. Tumben.
BACA JUGA:Tingkatkan Kesadaran, Jaga Kebersihan Lingkungan
Tidak biasanya Syekh tampil berbatik. Selama ini selalu saja Syekh berpakaian ala Barat: bersepatu, celana pantalon, jas, dan dasi.
"Tumben pakai batik," sapa saya.
Barulah saya tahu: itu bukan batik biasa. Itu adalah baju batik yang sudah berumur 25 tahun. Itulah baju batik yang dikenakan Syekh saat meletakkan batu pertama pembangunan Al Zaytun 25 tahun lalu.
Setelah itu batik tersebut hanya satu kali lagi dipakai: saat menemui Wakil Presiden (waktu itu) Try Sutrisno di Surabaya.
BACA JUGA:Ciptakan Materi Pembelajaran Efektif dan Menyenangkan
Saya tidak bisa mengikuti puncak acara sampai selesai. Saya harus buru-buru ke Jakarta. Tapi saya diminta menanam pohon dulu. Lokasinya jauh dari masjid. Yakni di pinggir jalan baru yang sedang dibangun Al Zaytun.
Jalan baru itu panjangnya dua kilometer. Itulah rencana jalan menuju gerbang baru: gerbang barat. Kalau jalan itu nanti selesai lengkaplah Al Zaytun memiliki empat gerbang di empat penjuru angin.
Saya tertegun sampai di lokasi penanaman pohon. Pohon jati yang akan ditanam sudah besar. Sudah berumur empat tahun. Sudah setinggi lebih enam meter. Berarti deretan pohon di sepanjang jalan baru itu nanti adalah pohon yang langsung sudah rindang.