Pagar Laut
Disway--Pagaralam Pos
Khozi lahir di sana. Sekolah di sana. Sampai tamat SMK di sana. Lalu Khozi kuliah hukum di Universitas Muhammadiyah Magelang.
BACA JUGA:Pj Wako Hadiri Rakor dan Level High Meeting TPID di Palembang
"Saya dari keluarga NU, pernah aktif di IPNU, sekolah di Muhammadiyah, ikut IMM, lalu jadi aktivis HMI," katanya. Berarti Khozi aktivis lintas pagar.
"Waktu di Lampung kami ini diejek orang Lampung. Lihat tuh orang Jawa, pergi ke Lampung bawa cangkul. Kami, orang Lampung, pergi ke Jawa bawa buku," ujar Khozi terkekeh.
Ia pun jadi orang Lampung. Pergi ke Jawa untuk sekolah. Setamat kuliah di Magelang ia ke Jakarta, gabung dengan kantor pengacara lain sebelum akhirnya mandiri.
Awalnya Khozi tidak kenal Said Didu, penggerak rakyat untuk menggugat PSN PIK2. Didu adalah aktivis lama. Sejak masih di Makassar. Juga ketika jadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB). Juga ketika gabung di HMI.
BACA JUGA:Cetak Generasi Cerdas dan Berkarakter
Pertautan Khozi dengan Didu terjadi saat Didu dilaporkan ke polisi untuk kali kedua. Para aktivis berkumpul mendukung Didu. Di situlah Khozi kenal mantan sekretaris kementerian BUMN itu.
Gerakan aktivis pun bergeser lebih taktis. Lewat gugatan hukum, tanpa melibatkan petani dan nelayan dulu.
"Semua ini hulunya kan di UU Omnibus Law Cipta Kerja," kata Khozi.
Waktu pembangunan bandara Cengkareng (sekitar 1.000 hektare) tidak ada masalah. Ganti ruginya baik dan lancar. Pun ketika dibangun PLTU besar di Teluk Naga.
BACA JUGA:Trio Real Madrid Mulai Kompak
"Saat itu saja, ganti ruginya sudah Rp 300.000/meter," ujarnya.
Bukan hanya itu. Khozi juga mengatakan ada ketidakadilan lain di PSN PIK2.
"Pemilik tanah yang punya kuasa ganti ruginya normal. Kenapa yang rakyat hanya Rp 100.000, Rp 50.000, dan bahkan ada yang tidak dapat ganti rugi," katanya.