Sampit Bantul
Disway--Pagaralam Pos
Ambang batas 20 persen itu sudah sering digugat ke MK. Sejak lebih 15 tahun lalu.
BACA JUGA:Masih Superior Untuk MotoGP 2025
Banyak di antara penggugat itu bergelar profesor doktor. Seperti Prof Dr Yusril Ihza Mahendra yang kini jadi Menko hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.
Juga Prof Dr Effendi Gazali, guru besar Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama). Semuanya ditolak oleh MK.
Justru ketika empat mahasiswa UIN Yogya itu yang maju, gugatan mereka dikabulkan. Partai sekecil apa pun kini bisa mengajukan pasangan calon presiden. Asal partai itu sudah dinyatakan lolos ikut Pemilu di tahun itu.
Meski begitu bebas, tidak ada tokoh yang memperkirakan pasangan capres kita kelak sampai sebanyak 30 orang.
BACA JUGA:Kejar Striker Naturalisasi Vietnam
Ahli politik dari Universitas Airlangga Dr Haryadi --yang pernah dekat dengan Jokowi sekaligus Megawati-- melihat putusan MK ini "hanya sepotong dan segmented". Yakni hanya mengutamakan "kebebasan" tapi mengabaikan sisi "tanggung jawab".
Haryadi seperti mengkhawatirkan dampak sosial dari putusan MK itu. "Tapi karena putusan MK adalah final, yah, harus kita laksanakan," katanya.
Indonesia, kata Haryadi, memang menandatangani deklarasi universisal kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul, tapi juga menandatangani deklarasi universal tanggung jawab sosial.
Bahwa MK kali ini berbeda dari MK sebelumnya, menurut Prof Dr Jimly Asshiddiqie karena MK sekarang melihat perkembangan keadaan dua tahun terakhir.
BACA JUGA:Bursa Transfer Januari, Liverpool Bakal Coba Perkuat Lini Tengah
"Itu bisa dilihat dari pertimbangan-pertimbangan dalam putusan MK terakhir," ujar mantan ketua MK itu.
Tentu banyak yang lega dengan putusan MK itu. Banyak sekali hadiah tahun baru 2025 ini.
Ada yang menyenangkan seperti yang dihadiahkan oleh Presiden Prabowo soal batalnya PPN 12 persen.