Babi Ideologi
Disway--Disway
Kantor pusat industri kereta cepat Tiongkok ternyata di sebuah kabupaten di provinsi Shandong. Di Qingdao. Tepatnya 40 km di sebelah barat Qingdao.
BACA JUGA:Tak Hentinya Ingatkan Larangan ODOL
Pun kereta tanpa rel yang dipakai di IKN saat 17 Agustusan lalu. Itu buatan langsung CRRC Qingdao. Bukan buatan cabangnya yang di Hunan.
Saya pun ingat bahwa di zaman penjajahan dulu Qingdao dikuasai oleh Jerman.
Di Qingdao Jerman membangun industri kereta api. Dengan teknologi Jerman.
Ketika Qingdao kembali ke ibu pertiwi Tiongkok, pabrik kereta api Jerman itu diteruskan Tiongkok. Dikembangkan. Jadilah raksasa industri kereta cepat dunia.
BACA JUGA:Siapkan Pengamanan Paslon
Di Qingdao Jerman juga mengembangkan pabrik bir. Bir terkemuka di Jerman. Beck's Beer.
Kelak, setelah Qingdao kembali ke pangkuan Tiongkok, pabrik bir itu dipertahankan. Dikembangkan. Mereknya diganti. Terkenal ke seluruh negeri. Anda sudah tahu ini: 青岛啤酒 (Qingdao Beer). Seperti Nelanda meninggalkan warisan Heineken Beer yang menjadi Bir Bintang.
Sampai sekarang belum ada lulusan ITC Center yang bekerja di kereta cepat. Sebelum lulus pun mereka sudah banyak di-inden perusahaan Tiongkok lainnya yang ada di Indonesia.
Penerima beasiswa ITC Center tahun ini lebih merata. Dari berbagai kabupaten di Indonesia. Mulai dari Gunung Sitoli sampai Biak di Papua. Dari Aceh, Padang, sampai Nunukan. Yang terbanyak dari Kaltara. Sedang dari Papua merosot drastis: tinggal dua orang.
BACA JUGA:Jaga Etika, Beradaptasi dengan Budaya Lokal
Tahun-tahun sebelum Covid yang dari Papua dominan. Bisa sampai 40 orang.
Saya pun bertanya kepada Andre So, staf di ITC Center yang sering keliling pesantren mencari penerima beasiswa.
Jawabnya: "Penurunan mahasiswa dari Papua terkait dengan tidak turunnya dana otonomi khusus dari pusat". Dulu Pemda di Papua menggunakan sebagian kecil dana otsus untuk mereka.