Sumpah Darah: Malam Penuh Ketakutan di Puncak Bukit
--
Pepohonan rimbun, burung elang yang terbang bebas, serta aktivitas warga kampung adat di sepanjang bibir sungai memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat di pedalaman Kalimantan.
Saat air sungai menjadi dangkal, perjalanan dilanjutkan dengan perahu klotok, yang terbuat dari kayu dan sering digunakan oleh penduduk setempat untuk menavigasi sungai-sungai kecil di daerah tersebut.
Menyusuri Hutan Kalimantan
Setibanya di Desa Rantau Malam, rombongan disambut dengan upacara adat Ngukuih Hajat, sebuah tradisi lokal untuk menyambut tamu yang datang dari jauh.
BACA JUGA:Ngeri Gunung Lawu: Menelusuri Jejak-jejak Mistis di Tanah
BACA JUGA:Pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho: Lebih dari Sekadar Keindahan, Ini Tentang Sejarah
Ayam dipotong sebagai bagian dari ritual, dan dagingnya dibagikan kepada para tamu. Upacara ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara masyarakat setempat dengan alam sekitar.
Perjalanan ke puncak Gunung Bukit Raya dimulai pada pagi hari berikutnya.
Dari Rantau Malam, jalur pendakian melewati beberapa pos seperti Pintu Rimba, Hulu Menyanoi, Sungai Mangan, Hulu Rabang, Linang, hingga Soa Badak, yang merupakan perbatasan antara Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Di sepanjang jalur, keindahan alam Kalimantan terasa begitu luar biasa, dengan hutan yang masih asri dan belum banyak tersentuh oleh tangan manusia.
BACA JUGA:Misteri Gunung Ciremai!, Banyak Penampakan Dan Harimau Bermata Satu, Mitos Atau Kenyataan?
BACA JUGA:Menelusuri Kisah Mistis Gunung Limo Jawa Timur, Memiliki Aura Spritual yang Kuat.
Masyarakat setempat sangat menjaga kelestarian hutan ini. Mereka memiliki aturan adat yang melarang penebangan pohon sembarangan dan perburuan satwa langka.
Salah satu aturan adat yang menarik adalah larangan membunuh Kelempiau, atau monyet ekor panjang, yang dipercaya sebagai penjaga hutan.
Selain itu, terdapat mitos tentang manusia purba yang disebut 'Uuud', yang dipercaya masih hidup di dalam hutan Kalimantan.