Candi Brahu, Jejak Sejarah Peradaban Majapahit di Trowulan Mojokerto!
Candi Brahu, Jejak Sejarah Peradaban Majapahit di Trowulan Mojokerto!-Kolase-
BACA JUGA:Eksplorasi Bima, NTT, Lima Tempat Wisata yang Tak Boleh Dilewatkan!
Jenazah raja tidak dibakar di Candi Brahu, melainkan di tempat lain. Setelah dibakar, abu jenazah kemudian dibawa ke Candi Brahu untuk disucikan sebelum akhirnya dilarung.
Sayangnya, setelah diteliti ulang, tidak ditemukan bukti autentik bahwa Candi Brahu pernah digunakan sebagai tempat pembakaran mayat.
Cerita yang menguatkan asumsi tersebut sebenarnya berhubungan dengan nama tempat tersebut.
Candi Brahu dianggap berasal dari kata ‘bra’ yang berarti brawijaya atau raja, dan ‘hu’ yang berarti abu.
BACA JUGA:Ajang Promosi Pariwisata, Pagaralam Kota Destinasi Wisata Unggulan Sumsel
Jadi, Brahu diartikan sebagai ‘abu raja’.
Namun, ada kisah lain yang menyebutkan bahwa nama Brahu muncul saat candi ditemukan bersamaan dengan penemuan prasasti tembaga ‘Alasantan’ yang dibuat pada 861 Saka atau sekitar 9 September 939 M oleh Raja Mpu Sindok dari Kahuripan.
Dalam prasasti itu disebutkan bahwa nama tempat tersebut adalah ‘warahu’, yang berarti tempat suci.
Sehingga, dari sinilah kemudian muncul nama Brahu. Terlebih lagi, candi ini merupakan candi Buddha yang didukung oleh penemuan arca-arca Buddha saat pertama kali digali.
BACA JUGA:Petualangan Seru di Bima, Rekomendasi Wisata Alam dan Budaya!
Candi Brahu memiliki perbedaan dengan candi-candi lain yang umumnya ditemukan.
Candi ini dibangun dengan bahan dasar batu bata dan tidak memiliki relief seperti Candi Borobudur karena batu bata yang lebih sulit dibuat relief.
Keunikan lainnya terletak pada bentuk bangunannya. Candi ini menghadap ke arah barat dengan bentuk dasar persegi panjang seluas 18×22,5 meter dan tingginya mencapai sekitar 20 meter.
Candi Brahu memiliki bentuk tubuh yang bukan persegi tegas, melainkan bersudut banyak, tumpul, dan berlekuk.