Oleh: Dahlan Iskan
TRAGEDI Pemilu kembali menimpa Perindo di tahun 2024. Tidak lolos ambang batas. Kurang apa. Saya sebut tragedi karena partai ini tidak kurang apa pun: uang, media, tokoh. Tapi perolehan suaranya tetap di bawah dua persen.
Satu keluarga konglomerat Hary Tanoesoedibjo pun gagal masuk Senayan. Total enam orang: HT, istri, dan empat anaknya.
Anda sudah tahu: HT nyalon di Banten III. Istrinya, Liliana nyalon di Jakarta II. Anak sulungnya Angelia nyalon di dapil Jatim I, kota kelahiran ayahnyi. Anak kedua, Valencia, nyaleg di Jakarta III. Jessica, anak ketiga, di NTT II. Anak ketiga, Clarissa, nyaleg di Jabar I. Dan si bungsu, satu-satunya laki-laki, Warren, nyaleg di dapil Jateng I.
HT sebenarnya berhasil menggaet ulama besar untuk menjadi ketua harian DPP Perindo: Tuan Guru Bajang. Ia mantan gubernur NTB dua periode. Pewaris organisasi keagamaan terbesar di Lombok: Nahdlatul Wathan (NW). Lulusan Al Azhar, Kairo. Doktor ilmu tafsir. Hafal Quran.
BACA JUGA:Persiapan Musrenbang Tingkat Kecamatan Mulai Dimatangkan
Tampilnya Tuan Guru Bajang saya pikir bisa mengubah Perindo dari sekadar partai keluarga. Lalu basis pemilih partai itu melebar. Termasuk ke kalangan muslim.
Tapi Tuan Guru Bajang kelihatannya tidak bisa banyak berbuat. Meskipun jabatannya setinggi ketua harian tapi kekuasaan yang melekat padanya kelihatannya terbatas.
Di sebuah perusahaan swasta, jabatan itu kadang tidak penting. Anda bisa punya jabatan mentereng apa pun, tapi yang paling berkuasa di situ adalah yang memegang buku cek. Atau, kalau sekarang –ketika buku cek tidak penting lagi– yang paling berkuasa adalah yang memegang tombol token e-banking.
Di Lombok sendiri Tuan Guru Bajang bukan lagi peraih suara terbanyak. Menurut hitungan sementara, suara terbanyak di sana dipegang caleg dari Gerindra: Lale Syifaun Nufus.
BACA JUGA:Ajak Warga Hidupkan Budaya Gotong Royong
Lale Syifaun Nufus adalah sepupu Tuan Guru Bajang. Dia adik dari pemimpin tertinggi Nahfldlatul Wathan Anjani: Tuan Guru Lalu Gede Zainuddin Atsani.
Di Lombok dulunya hanya ada satu NW. Yakni yang didirikan Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid di tahun 1953. Keulamaan Tuan Guru ini diakui sampai di Makkah. Beliau punya dua putri.
Akhirnya NW pecah dua. Sejak 1998. Saat itu, sang putri pertama, Siti Raihanun terpilih sebagai ketua NW. Keluarga satunya tidak setuju. Mereka menguasai kantor pusat NW yang di Pancor. Maka kubu Raihanun memindahkan kantor pusat NW ke Desa Anjani.
Sejak itu ada NW Pancor dan NW Anjani. Tidak pernah bisa bersama lagi. Sampai sekarang.