Menurut Hasymy (dalam Abubakar 2020: 3), perguruan tinggi Masjid Raya Baiturrahman atau juga yang dikenal dengan nama Al-Jamiah Baitturahman memiliki 15 Fakultas.
Para pengajarnya tidak hanya berasal dari kalangan ulama/sarjana dari Aceh saja, tetapi didatangkan juga dari Turki, Arab, Persia, India, dan beberapa negara lain.
Saat masa perang Aceh melawan Belanda, Masjid Raya Baiturrahman ini menjadi benteng pertahanan rakyat Aceh.
Dalam agresi Belanda pertama, Aceh meraih kemenangan melawan Belanda.
BACA JUGA:Tempat Wisata Bahari Di Banten Dengan Panorama Laut Yang indah: Pulau Burung
Bahkan dalam penyerangan tersebut, panglima perang Belanda, Mayor Jenderal H. R. Kohler tewas tertembak di halaman Masjid Raya Baiturrahman (Abubakar, 2020).
Agresi pertama Belanda yang gagal tersebut berdampak kepada dilancarkannya agresi kedua yang dipimpin oleh Jenderal J. van Swiesten.
Dalam penyerangan tersebut, Belanda membakar habis Masjid Raya Baiturrahman.
Aksi tersebut membuat amarah rakyat Aceh kian besar dan semakin sengit melawan Belanda.
BACA JUGA:Menakjubkan, Ini 11 Pesona Wisata Di Pulau Dewata Bali! Simak Ini Penjelasanya
Untuk menarik kembali simpati rakyat Aceh, Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman dengan satu kubah.
Resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada Kamis 13 Syawal 1296 H/09 Oktober 1879 M, batu pertama diletakkan oleh Tengku Qadhi Malikul Adil.
Proses pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1299 H/1881 M dengan satu kubah yang mengadopsi gaya Moghul (India) dengan arsitek asal Belanda, Gerrit Bruins, dibantu seorang Letnan Tiongkok, Lie A Sie, sebagai kontraktor.
Pada tahun 1935, Masjid Raya Baiturrahman kembali diperluas oleh Belanda dengan menambah dua kubah pada sisi kanan dan kiri.
BACA JUGA:Wajib Dikunjungi, Ini 12 Pesona Wisata Di Pulau Dewata Bali! Simak Ini Penjelasanya
Hal ini dilakukan untuk kembali menarik simpati rakyat Aceh karena saat itu masih berlangsung perang antara Aceh dan Belanda.