Ternyata pramugari menaikkan penutup di sebelah kursi saya. Juga menutup pintu geser sebelah tumpuan kaki saya.
Sedang pembatas dengan kursi sebelah sudah dinaikkan sebelum saya masuk pesawat. Jadilah tempat duduk saya seperti kamar kecil: 2x1 meter.
Saya tidak tahu siapa di sebelah: cewek atau cowok.
Setelah ke kamar kecil, gosok gigi dan tayamum, saya kembalikan tempat tidur menjadi tempat duduk. Lalu minum air putih satu botol.
BACA JUGA:Faktor Determinan Penentu Kesuksesan Sebuah Kedai Kopi
Saya pun ingat pesan orang tua: bergerak.
Semua penumpang masih tidur.
Semua biliknya masih gelap.
Kalau saya mondar mandir di lorong pun tidak akan ada yang melihat. Lorong ini seperti koridor apartemen yang pintunya ditutup semua.
BACA JUGA:Miliki Komitmen Utamakan Pelayanan Masyarakat
Tapi mondar-mandir kurang bebas bergerak. Saya kembali ke tempat duduk. Tutup pembatas. Saya punya ide lain. Cari musik di layar TV. Bergerak sambil duduk. Ikuti irama musik.
Dari banyak pilihan video di layar saya lihat ada musikal Michael Jackson. Panjangnya 111 menit. Hampir dua jam. Ini dia. Bukan rock. Bukan sweet. Pas untuk menggerakkan badan dan kaki.
Judul musikal itu simpel: Michael Jackson This Is It. Saya belum pernah menontonnya. Itu semacam show nostalgia sepanjang karier Michael Jackson. Itu show setelah 10 tahun tidak manggung.
Maka lagu-lagunya masih saya ingat. Setidaknya nadanya. Gerak kaki, tangan dan badan saya tinggal ikuti musiknya. Sekalian mengenang lagu-lagunya. Ada Black or White, Smooth Criminal, History, Thriller dan seterusnya.
BACA JUGA:Bertha Salurkan Bantuan Kepada Korban Kebakaran
Betapa perkara Michael Jackson di balik sosoknya yang terlihat kurus, kecil dan lemah.