Sejarah Perang Jawa, 1741 - 1743

-FOTO : Net-

Hal ini mengarah pada perpecahan di pihak pemberontak, di mana Pangeran Cakraningrat 4 tidak diakui oleh beberapa pemberontak, dan Raden Mas Garendi terpilih sebagai pemimpin baru.

Sementara itu, Belanda berhasil merebut kembali sebagian besar kota di pantai utara Jawa.

BACA JUGA:Film Rampant, Pertarungan Hyun Bin Melawan Zombie

Para pemberontak Tionghoa menyerang ibu kota Sunan Pakono 2 di Kartosuro, membuatnya terpaksa melarikan diri bersama keluarganya.

Akhirnya, Cakraningrat 4 merebut kembali kota tersebut pada Desember 1742, dan pada awal 1743, pemberontak Tionghoa terakhir menyerah, mengakhiri Perang Jawa.

Dampak Perang Jawa

Setelah berakhirnya Perang Jawa, Belanda semakin mengukuhkan kekuasaannya di Jawa melalui perjanjian dengan Pangeran Pakubuwono 2.

BACA JUGA:Film The Odd Family: Zombie On Sale, Teror Mayat Hidup dengan Sentuhan Komedi

Pembantaian etnis Tionghoa di Batavia dan pemberontakan yang diikuti menjadi titik awal keruntuhan hubungan antara Tionghoa dan Belanda di pulau ini.

Perang Jawa juga memiliki dampak lainnya, termasuk terjadinya perpecahan di Kesultanan Mataram.

Setelah perang, hubungan antara pemimpin lokal menjadi tegang, dan wilayah Mataram dibagi menjadi dua, Kesultanan Surakarta di bawah kepemimpinan Pakubuwono III dan Kesultanan Yogyakarta di bawah Mangkubumi.

BACA JUGA:Film Horor Korea Terbaik: The Wailing (2016), Kekuatan Iblis di Balik Kematian Penduduk Desa

Cakraningrat 4 dari Madura, yang terlibat dalam perang, mendapat keuntungan dengan memegang wilayah di pulau itu.

Perang Jawa antara 1741 dan 1743 adalah contoh nyata kompleksitas hubungan kolonial di Indonesia pada abad ke-18.

Dari pembantaian etnis Tionghoa di Batavia hingga perpecahan di antara pemberontak, peristiwa ini mencerminkan tantangan dan konflik yang dialami Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan