Aamiiin KAI
Disway--Pagaralam Pos
BACA JUGA:Cuma Butuh KTP! Pinjam Rp15 Juta Langsung Masuk OVO dalam 30 Menit, Tanpa PayLater!
Mereka membuka kran air sambil duduk. Berkumur. Basuh muka. Tangan. Telinga. Rambut. Lalu menutup kran. Setelah itu barulah membuka sepatu kanan. Buka kaus kaki. Ambil ceret/teko. Membasuk telapak kaki kanan dari air ceret --bukan lagi air kran. Setelah basuh kaki ambil handuk kecil. Telapak kaki yang basah dikeringkan dengan handuk. Lalu pakai kaus kaki. Pakai sepatu kanan.
Setelah itu, barulah melepas sepatu kiri. Lepas kaus kaki. Basuh telapak kiri dengan air teko. Dikeringkan dengan handuk. Kaus kaki kiri dipakai lagi. Lalu pakai sepatu.
Karena itu wudunya harus sambil duduk. Lama. Tempat duduknya banyak. Tekonya juga banyak. Lihat di foto yang menyertai artikel ini.
Setelah wudu, kami naik ke masjid. Di lantai dua. Lantai bawahnya untuk kantor dan berbagai kegiatan.
BACA JUGA:Main Game Doang, Langsung Dapet Rp200 Ribu ke DANA! Gak Perlu Modal Sama Sekali!
Ruang masjid ini besar. Bisa untuk 10 baris. Tiap baris --saya hitung satu per satu-- 30 orang. Berarti lebih 300 orang yang salah Jumat kemarin: termasuk yang di teras.
Acara pertama di ruang masjid: seorang bersurban duduk di depan menghadap jamaah. Orangnya tua. Ia membaca Quran --surah Ali Imran sampai selesai. Lantas ia naik mimbar: ceramah agama: dalam bahasa Mandarin. Lama: 15 menit.
Setelah selesai ceramah semua orang berdiri. Salat sunah. Dua rakaat. Mereka empat rakaat. Lalu seorang dengan surban berekor berdiri. Azan. Tanpa lagu. Selesai azan penghotbah naik mimbar. Isi khotbahnya: makna surah Ali Imron.
Usai salat Jumat kami semua berdiri siap-siap meninggalkan masjid. Kami, yang dari Indonesia, jadi tontonan. Mereka tidak ada yang ingin langsung meninggalkan masjid. Mereka salat sunah dulu masih di tempat berdiri masing-masing.
BACA JUGA:Papeda hingga Ikan Kuah Kuning, Makanan Khas Papua Ini Siap Menggoda Lidah
"Saya sedih mendengar khotbah tadi," ujar salah seorang karyawan KAI saat ngobrol di halaman masjid.
"Kenapa?”
"Karena tidak mengerti artinya," kata temannya. Ia mengangguk. Kami semua tertawa.(Dahlan Iskan)