Aamiiin KAI
Disway--Pagaralam Pos
Ia tampak heran mendengar saya pernah ke Qinghai.
BACA JUGA:Tentukan Nasib Carlos Pena Pekan Ini
"Kalau Anda dari mana?” tanya saya kepada yang satunya.
"Saya dari Xining," jawabnya.
"Oh... Jauh juga. Saya pernah ke Xining. Di Xining juga banyak sekali masjid," kata saya.
"Ke Xining untuk wisata?" tanyanya.
BACA JUGA:Pemkot Pagaralam Siap Dukung Program Presiden RI
"Tidak. Saya ke Xining untuk ke gurun Ghobi. Saya ingin tahu pembangkit listrik tenaga angin yang sangat banyak dipasang di gurun Ghobi," jawab saya.
Lalu berdatanganlah anak-anak muda mirip wajah Asia Tengah. Saya pun menyapa mereka. Satu bernama Ahmadullo dari Tajikistan. Satunya bernama Alibek dari Kazakstan. Satu lagi Abdullah Khan dari Afghanistan.
Mereka semua mahasiswa. Mereka belajar bahasa Mandarin di Qingdao. Masih ada lagi dari Syria. Dari kota Aleppo --yang hancur akibat perang panjang di Syria. Ada pula dari Maroko. Dari Kashmir. Dari New Delhi. Kami, dari tujuh negara yang berbeda, saling berbicara dalam bahasa Mandarin.
BACA JUGA:Modal KTP & Akun DANA, Uang Rp15 Juta Langsung Masuk dalam 30 Menit!
"Apa kabar?” tiba-tiba yang dari Tajikistan menyapa saya dalam bahasa Indonesia.
"会讲印尼话吗," tanya saya balik.
Dia bilang, ada 30 mahasiswa dari Indonesia di kampusnya di Qingdao --dua jam naik kereta '’C'’ dari Rizhao.
Kami pun sama-sama masuk masjid. Ke tempat ambil air wudu dulu. Semua berwudu cara Tiongkok: sambil duduk. Tetap bersepatu.