PSSI dan Naturalisasi Model Perancis

PSSI dan Naturalisasi Model Perancis--Net

Membuat orang-orang kulit hitam Afrika, mudah menjalani naturalisasi karena jasa-jasanya dalam legiun. Dengan naturalisasi para orangtua, atau kakeknya. Maka, keturunan berikutnya, otomatis adalah warga negara Perancis.

Bisa disebut lewat azas "ius soli" (law of The soil). Naturalisasi berdasarkan tempat kelahiran, bukan karena keturunan orangtua, atau kakeknya. Kita ambil contoh, mantan bintang Perancis 1998 Zinedine Zidane yang keturunan Aljazair (Afrika Utara). Aljazair adalah markas legiun dan jajahan Perancis.

Sementara, mengambil contoh mantan pemain dan pelatih Timnas Perancis Didier Claude Deschamps. Atau bintang Piala Eropa 1988 Michael Francois Platini. Menjadi warganegara Perancis berdasarkan keturunan orangtua. Kita sebut "Ius sanguinis".

BACA JUGA:Nilai Kinerja Penyuluh Agama

Dua faktor lain banyaknya pemain Perancis keturunan Afrika, yaitu. Kebijakan sosialis yang terbuka, dan banyaknya wilayah jajahan Perancis. Ini menjadikan Perancis, sebagai tempat imigran terbesar Afrika di Eropa.

Perancis merasakan betul. Untuk memajukan prestasi sepakbolanya, mereka butuh Kylian Mbappe, Paul Pogba, Ousmane Dambele, N'Golo Kante, Samuel Umtiti, Presnel Kimpembe, Steve Mandanda, Dayot Upamecano, Jules Kounde, Marcus Thuram yang darah Afrikanya berasal dari pewarganegaraan sang orangtua.

Setidaknya, 15 dari 25 anggota skuad Perancis di Piala Eropa 2024 (Jerman) lalu, berdarah Afrika. Bandingkan dengan skuad berdarah Afrika Timnas Perancis di Piala Dunia 1982. Hanya dua: 'midfielder' Jean Tigana dan bek Marius Tresor. Prestasi Timnas Perancis saat itu, rangking 4 "World Cup".

Setelah melakukan "Revolusi" sepakbola besar-besaran, dengan lebih mayoritas pemain berdarah Afrika, Perancis menjuarai Piala Dunia 1998 (Perancis), dan Piala Dunia 2018 (Rusia). 

BACA JUGA:Pendakian Gunung Dempo Kembali Dibuka

Federasi sepakbola Perancis, Federation Francaise de Football (FFF) tidak ragu dengan apa yang mereka rasakan terhadap sepak bola di negerinya. FFF tidak ragu melakukan naturalisasi, atau menggunakan azas "ius soli" untuk memajukan sepak bola.

Apa yang diketahui, akan dilihat.  Manusia bisa merasakan, sebanyak yang dia ketahui. Kita bisa melihat sepak bola Indonesia, selepas era Sutjipto Suntoro, Anwar Ujang, Jacob Sihasale, Maulwi Saelan, Ramang. 

Jepang merasakan, Jepang mengetahui, Jepang memahami sepak bola-nya seperti apa, sebelum tahun 80-an, atau lebih parah sebelum 70-an. Revolusi sepak bola Jepang setelah Piala Dunia 1982, menghidupkan kompetisi, mendatangkan seniman-seniman sepak bola Brasil: Zico, Falcao. 

Sepak bola adalah revolusi. Memahami kegagalan demi kegagalan, memahami metode demi metode yang stagnan. Imitasi terhadap metode yang berhasil, seperti dilakukan Perancis tidaklah salah. 

BACA JUGA:Berani Berkunjung? Fenomena Aneh di Danau Matano Apa yang Tersembunyi di Kedalaman Airnya!

Bahkan Jerman, Italia, Inggris, sebagai negara sepakbola besar, kini banyak dihuni oleh pemain-pemain naturalisasi dari Afrika. Melihat ke Belgia, Swedia, Swiss, tidak ketinggalan terdapat pemain-pemain kulit berwarna yang notabene adalah naturalisasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan