'Ini Bukan Perangnya Sinwar'!
'Ini Bukan Perangnya Sinwar'!--Net
Baik Ahmad Yassin, maupun Abdel Aziz Al-Rantissi, sama-sama lahir di tempat Israel duduki saat ini. Ahmad Yassin lahir di Al Jura (Mandat/Palestina), sekarang disebut Askhelon (Israel) 1936. Sementara, Abdel Aziz Al-Rantisi lahir di Yibna (Israel).
Keduanya terusir ke Gaza, setelah peristiwa Nakhba 1948. Pengusiran bangsa Palestina dari Tanah Palestina ini, membuat mereka menjadi diaspora di sejumlah negara Arab: Qatar, Suriah, Lebanon, Yordania. Mereka hidup dalam tenda pengungsian, dll.
Kematian Yahya Sinwar, yang orangtuanya juga mengungsi ke Khan Younis. Setelah peristiwa Nakhba. Melahirkan generasi-generasi perlawanan yang keras. Lahir di Khan Younis, sejak usia 19 tahun Sinwar telah melakukan perlawanan terhadap Israel.
BACA JUGA:Amankan Pelantikan Prabowo-Gibran
Masa mudanya dihabiskan Selama 22 tahun dalam penjara Israel. Hingga kemudian, dia dekat dengan pendiri Hamas Sheikh Ahmad Yassin. Yahya Sinwar lalu tumbuh menjadi sosok "keras" sebagai kader, yang disiapkan Sheikh Ahmad Yassin.
Kematian Yahya Sinwar, meski pahit. Justru makin mempersulit upaya perdamaian yang diprakarsai:AS, Mesir, dan Qatar. Kegembiraan Israel dan pemimpin Barat, bahwa kematian Sinwar akan lebih mudah menggiring penyelesaian konflik Palestina-Israel, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
"Benang kusut"nya, terletak pada substansi realitas. Kemerdekaan Palestina berdasarkan wilayah sebelum perang 1967, dengan Jerusalem Timur sebagai ibukotanya. Itu tuntutan yang tak pernah berubah, bahkan setelah peristiwa Munich(Jerman Barat) 1972.
Gerakan "Black September", adalah gerakan penyanderaan Palestina pertama terhadap 11 atlet Israel. Ke-11 atlet Olimpiade Israel, beserta tiga gerilyawan Palestina, dan satu polisi Jerman tewas dalam insiden tembak-menembak di Bandara Furstenfeldbruck (Jerman Barat).
BACA JUGA:Upgrade Menarik untuk Yamaha Fazzio Hybrid di Fazzio Day, Ini Penampakannya!
Tuntutan pembebasan 234 tawanan Palestina oleh gerilyawan Black September, pun gagal. Sejak itu, perburuan terhadap para pemimpin Palestina oleh Israel tak berhenti. Satu persatu pemimpin Palestina yang dianggap terlibat, tewas di kejar Israel.
Dimulai dengan Mahmoud Hamshari (Wakil PLO di Paris), Basil Al-Kubaisi (anggota Front Rakyat Palestina ditembak di Paris), Zaid Manyshi (Wakil PLO di Siprus), Mohammaed Bodia (tewas dengan ledakan Bom mobil di Paris). Kesemua ini, dianggap Israel terlibat dalam gerakan "Black September".
Namun, rasa penasaran Israel tak terbayar tuntas. Satu sosok Palestina yang dianggap berperan terhadap penyanderaan dan tewasnya 11 atlet Olimpiade Israel gagal ditemukan. Satu nama dalam intelejen Israel, Jamal Al-Gashey hingga akhir hayatnya 1990, tak terbalaskan untuk keadilan versi Israel.
Kematian Yahya Sinwar, seperti kematian-kematian karena "balas dendam" Israel: Hamshari, Kubaishi, Bodia, Manyshi, tidak menghentikan eskalasi permusuhan kedua bangsa ini.
BACA JUGA:Eksplorasi Alam, 10 Air Terjun Populer di Indonesia yang Memesona!
Pertikaian ini akan terus berlanjut sampai "kiamat". Generasi-generasi baru Palestina dan Israel akan membaca sejarah pertikaian, sejarah saling bunuh di antara mereka. Kedua bangsa tak akan tenang selamanya.