Yang dalam bahasa Indonesia berarti "timbul akibat dari hati yang remuk redam hingga akhirnya menetaskan air mata dan mengalir menjadi sebuah sumber mata air".
Untuk mengetahui siapa yang telah patah hatinya, para tetua bersepakat memanggil seluruh penduduk.
Salah seorang dari mereka kemudian diutus agar membunyikan dolodolo (semacam kentongan) sebagai seruan agar penduduk berkumpul.
Setelah seluruhnya berkumpul, salah seorang diantara para tetua segera bertanya, "Apakah ada yang belum hadir?".
BACA JUGA:Wajib Berkunjung Kesini! Inilah 7 Destinasi Wisata Di Lampung Selatan, Cek Lokasinya!
Para penduduk saling memandang dan menghitung jumlah anggota keluarganya masing-masing. Beberapa saat kemudian barulah diketahui bahwa ada dua keluarga yang kehilangan salah satu anggotanya.
Oleh karena enggan menyebut nama, mereka hanya mengatakan yang tidak datang adalah majojaru (nona) dan magohiduuru (nyong).
Menurut keterangan pihak keluarga, sang majojaru telah dua hari pergi meninggalkan rumah dan sampai saat ini tidak ada yang mengetahui keberadaannya.
Sementara menurut keterangan pihak keluarga Magohiduuru, anak mereka telah lebih dari enam bulan merantau ke negeri seberang dan tidak tahu kapan akan kembali.
BACA JUGA:Wajib Berkunjung Kesini! Inilah 7 Destinasi Wisata Di Lampung Selatan, Cek Lokasinya!
Kedua orang ini adalah sepasang kekasih yang telah lama menjalin hubungan asmara. Sebelum pergi merantau, Magohiduuru terlebih dahulu pamit pada Majojaru.
Keduanya lalu berikrar untuk saling menunggu walau hari, bulan dan tahun berlalu.
Keduanya juga sepakat untuk lebih baik mengakhiri hidup daripada harus menjalin hubungan dengan orang lain.
Tetapi jalan hidup berkehendak lain. Setelah enam bulan berpisah, terdengarlah kabar bahwa Magohiduuru so balaeng deng nona laeng.
BACA JUGA:Mari Intip! Inilah 5 Destinasi Wisata Di Pulau Samosir Sumatera Utara, Ini Ulasannya!
Dia telah melupakan ikrarnya untuk sehidup-semati sebab telah menjalin hubungan dengan perempuan lain.