Kembali ke perbatasan sebelum perang 1967. Di mana, Jalur Gaza (Gaza Straits) dan Tepi Barat (West Bank), merupakan wilayah Palestina. Dengan Yerusalem Timur (Masjid Al Aqsa) sebagai ibukota Palestina.
Dua grafik linear, Gaza dan Tepi Barat inilah yang tidak pernah disentuh oleh para "jawara" dunia, terutama AS.
BACA JUGA:Berikan 2 Assist Gemilang
Sehingga, pemindahan warga Gaza ke luar Gaza dengan dalih apa pun. Sama saja ingin memantik kembali "bara api" fundamental, dengan apa yang disebut Barat dalam label "teroris".
Apakah bangsa yang menuntut kemerdekaan dan meminta kembali haknya bisa disebut "teroris"?
"Road map" Timur Tengah (Timteng), dengan statemen Presiden AS Donald Trump. Bisa memetamorfosis geopolitik kawasan.
Kunjungan Pemimpin Suriah Ahmed Al-Sharaa ke Arab Saudi. Akan menjadi jembatan kokoh, kembalinya negara-negara fundamental ke dalam garis persatuan Arab (Pan Arab).
BACA JUGA:Hoby Tunjukan Sikap Terpuji
Arab Saudi beberapa waktu lalu, atas prakarsa China, telah berbaikan dengan Iran. Sekarang, Suriah yang juga "setali tiga uang" dengan Iran merapat ke Arab Saudi.
Yang terbaca dari ini semua. Garis politik Donald Trump, sangat mengkhawatirkan dan berbahaya bagi Liga Arab.
Bisa saja, pola "lateral" Donald Trump, nantinya menyasar pada negara-negara Arab lain, demi kepentingan Israel.
Meminta Yordania dan Mesir untuk menerima jutaan rakyat Gaza. Sama dengan "pressure" yang bersipat 'pre-eliminary', sebelum "pressure" yang lebih keras terjadi.
BACA JUGA:Truk Pengangkut Sembako Terguling di Liku Lematang
Hiperbolis seperti ini menjadikan dua kerucut (Liga Arab) dan AS (baca: Israel) akan saling berhadapan di kemudian hari.
Empiris Perang Arab-Israel (1948,1967,dan 1973) merupakan pelajaran berharga. Pressure yang hiperbolik, akan memicu konflik kawasan yang lebih besar. *(Sabpri Piliang)..