BACA JUGA:Siswa RA NU 07 dan RA Al-Mukhlisin Bersaing Ketat Rebut Nominasi
Setelah ber-Hari Guru Nasional itu Sutik mengajak suami ke Disway Mojokerto. Lalu diajak bertemu saya.
Mobil sang suami keren: Suzuki Kotrik yang sudah dimodifikasi. Rodanya off road. Tanpa atap. Sang suami memang hobi memodifikasi mobil. Ia punya bengkel sendiri.
Tidak hanya bengkel. Sang suami juga punya panti asuhan anak yatim. Ia juga usaha kuliner: buka warung nasi. Panti asuhannya terpilih sebagai tempat anak bermasalah hukum (ABH). Yakni anak yang terlibat perkara kriminal, sudah diadili, sudah dijatuhi hukuman.
Karena masih anak-anak mereka tidak dimasukkan penjara. Mereka dimasukkan lembaga pembinaan anak.
BACA JUGA:Suzuki XL7 2024, Penjualan Tinggi, Tapi Masih Tertinggal dari Toyota Rush, Ini Alasannya!
Lembaga seperti itu mestinya di bawah Kementerian Sosial. Atau Dinas Sosial. Maka begitu anak divonis sekian tahun atau sekian bulan jaksa membawa anak itu ke Dinas Sosial.
Tapi Dinas Sosial tidak punya fasilitas untuk ditempati narapidana anak-anak. Maka Dinas Sosial mencari lembaga swasta. Ketemu. Milik suami Dr Sutik. Di dekat Pacet, Mojokerto.
"Dapat anggaran berapa?"
"Tidak dapat," ujar suami Dr Sutik, Mukhiddin.
”Hah?”
BACA JUGA:Kapolres Dengarkan Arahan Kapolri
"Iya. Tidak dapat anggaran sama sekali".
"Kok mau?”
"Ibadah. Saya anggap seperti mengasuh anak telantar," ujar Muhkiddin yang selalu berkopiah dengan rambut gondrong, jenggot dikuncir, dan pakai sarung.
Saat ini ada tujuh ABH yang ia bina di panti asuhannya. Umurnya setingkat anak SMA. Semua terkait dengan urusan pemerkosaan.