Kalau bosan di situ masih ada rumah lagi di Montana. Di pinggir taman hutan di dekat Kanada.
BACA JUGA:Alami Hari yang Sempurna
"Saya sudah beli tiket kereta api," kata saya. "Tidak perlu diantar."
Bukan berarti kami tidak bisa bertemu. Mbak Sri mengajak suami berkendara ke New Haven. Satu jam perjalanan. Kami pun ngobrol banyak hal sambil makan siang.
Di tengah makan ada info masuk: Mbak Dini juga ingin mengantar saya ke Hartford. Dia orang Demak, Jateng. alumnus Universitas Satya Wacana. S-2 dan S-3 nyi di Amerika.
Tapi Dini baru bisa berangkat agak sorean. Dia masih mengajar. Dia profesor linguistik Mengajar di Yale University --universitas papan atas di Amerika.
BACA JUGA:Terima Honor OMP 2024, Personel Diberikana Vitamin Tambahan
"Sampai ketemu di Hartford nanti malam," kata Prof Dini.
Mbak Sri dan suami mengantar saya ke stasiun. Mobilnya Volvo. Masih agak baru. Sudah puluhan tahun saya tidak naik Volvo.
"Ini sudah jadi mobil China," ujar sang suami. Perusahaan mobil Swedia terkemuka ini memang sudah dibeli Tiongkok.
Naik kereta api dari New Haven ke Hartford seperti dari Solo ke Yogyakarta. Keretanya lambat. Berhenti banyak kali. Jarak 80 km ditempuh dalam satu jam.
BACA JUGA:Review Lengkap Toyota Corolla Cross Hybrid GR Sport, Ini Penjelasan Lengkapnya!
Caranya juga masih sangat kuno: kondektur mendatangi setiap penumpang. Setelah memeriksa tiket dia menempelkan kertas di atas tempat duduk. Itu tanda penumpang di kursi itu turun di stasiun mana.
Setiap kereta akan berhenti dia datangi penumpang di bawah kertas tempel itu. Waktunya turun. Lalu kertas yang dia tempelkan itu diambil.
Pun ketika kereta akan berhenti di stasiun Hartford. Dia datangi saya. "Di sini Anda turun", katanyi. Lalu mencopot tempelan kertas di atas kepala saya.
Di Hartford saya bertemu wanita istimewa lainnya. Nisa. Pakai jilbab hitam. Asal Bontang, Kaltim. Masa kecilnya di Gang Alwi, Samarinda, tidak jauh dari rumah istri saya.