Perjalanan Koes Bersaudara (1962-1968), dan Koes Plus (1969-2018), bukanlah perjalanan "kaleng-kaleng". Koes Plus yang lahir ketika anggota 'klan' Koeswoyo ingin fokus ke bisnis (Nomo Koeswoyo), mengubah haluan 'kapal', ke histori berdeviasi (berbelok).
Masuknya Murry menggantikan Nomo, mengubah nama Koes Bersaudara, menjadi Koes Plus. Lalu, berbagai pernak pernik terjadi seperti, Yok Koeswoyo menolak Murry (di luar keluarga). Hingga kemarahan itu berbuntut Yok mundur dari group (sebentar). Kembali masuk setelah diberi pengertian sang kakak, Tonny Koeswoyo.
BACA JUGA:Honda Resmi Luncurkan Skuter Matik Baru, All New Honda Forza 750, Intip Spesifikasinya!
Memperkaya khasanah dokumentasi kisah Band legendaris yang tak ada tandingnya ini. Kini dituangkan oleh Yok Koeswoyo, dalam sebuah film dokumenter berjudul "Koesroyo: The Last Man Standing".
Film dokumenter Biografi ini, terpilih dalam seleksi akhir nominasi lima (5) film dokumenter panjang Festival Film Indonesia (FFI) 2024. "Koesroyo: The Last Man Standing", di-sutradarai oleh Linda Ochy, dan Produser: Andhy Pulung.
Berdurasi 61 menit (sekitar 1 jam), film ini mengisahkan tentang Koesroyo Koeswoyo (Yok Koeswoyo). Mulai dari masa kanak-kanak di Tuban (Jawa Timur), hingga terbentuknya Koes Plus yang melambungkan namanya, bersama keluarga besar 'Klan' Koeswoyo lainnya.
Banyak cerita lain yang sejatinya lebih dari 50 tahun bermusik, akan dipadatkan dalam waktu 61 menit. Mulai dari memiliki dua putra-putri Sari Louise Herning Hapsari (Sari Yok Koeswoyo, politisi PDIP), dan mendiang Rangga Panji (Angga Koeswoyo).
BACA JUGA:Kupas Spesifikasi Singkat Motor Listrik Tangkas X7 New, Simak Penjelasannya Disini!
Tentunya kehilangan isteri yang sangat dicintai Maria Sonya Tulaar (kecelakaan), serta isteri sambung Yok Koeswoyo dari Perancis, Michelle Beguin. Menjadi cerita yang kaya akan nuansa dan khasanah.
Penggemar dan pelestari Band Koes Plus yang jumlahnya tidak sedikit di seluruh Indonesia, tentu berharap. "Koesroyo: The Last Man Standing", akan menjuarai lomba FFI 20 November mendatang.
Empat pesaing Dokumenter Panjang Terbaik, disamping "Koesroyo: The Last Man Standing" adalah:"Ibnu Nurwanto: Sang Kayu", "Terpejam untuk Melihat", "Under The Moonlight" (Nur), dan "The Journey: Angklung Goes To Eropa".
Satu hal lagi yang juga menarik. "Koesroyo: The Last Man Standing", juga terpilih sebagai film dokumenter yang akan ditayangkan di "LA Femme Film Festival 2024", Los Angeles (AS), 27 Oktober mendatang.
Yok Koeswoyo (Koesroyo Koeswoyo) adalah "monumen" sejarah musik POP Indonesia yang tersisa. Bersama Tonny Koeswoyo, Yon Koeswoyo, dan Murry. Mereka, layak dikenang dan dihormati. Dialah "The Last Man Standing".*(Sabpri Piliang)