Tak satu pun "welfare state", atau "nation state" yang menginginkan PBB bubar. Hanya karena membela satu negara. PBB telah banyak berperan dalam perdamaian dunia, dengan berbagai stratifikasi, dan kesulitan yang bervariasi. Masyarakat dunia akan mengatakan, ini "gila".
Di tengah situasi yang sangat berbahaya dan multi-kompleks saat ini. Pilihannya hanya dua. Sikap AS memaksa Israel ke meja perundingan yang bermartabat, atau membiarkan eskalasi terus menjelang tanpa bisa dihentikan lagi. Hingga akhirnya fatalistik.
BACA JUGA:4 Makanan Khas Pontianak yang Layak Dicoba Saat Berkunjung!
Menyalahkan Sekjen PBB Antonio Gutteres dilakukan, setelah menyalahkan badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNWRA). Sangat 'hyperbol', dan berlebihan. UNWRA yang dibentuk tahun 1949, dituding telah disusupi anggota Hamas. Analogi lain untuk untuk pembenaran, tewasnya 42.000-an sipil Palestina di Gaza, semata-mata untuk menyasar Hamas.
Israel, juga menuduh Mahkamah Internasional (International Court Justice), sebagai Lembaga yang anti-semit dan bias. Hal itu setelah ICJ memerintahkan penangkapan sejumlah pemimpin Israel (seperti dikutip "The Guardian").
Tiga hal ini telah memberi stigma pada masyarakat dunia. Bahwa lembaga-lembaga dunia yang terhormat (PBB, UNWRA, ICJ), telah "dikangkangi", dan tak berdaya menghadapi "keperkasaan" Israel. Modal dunia tinggal satu, meminta tolong kepada AS untuk bisa mengendalikan Israel. Sulit! Karena berkaitan dengan kuatnya diaspora Yahudi di AS.
Satu hal yang sangat berbahaya saat ini, adalah kemungkinan penggunaan senjata mematikan. Baik oleh Iran, maupun Israel. Kedua negara ini memiliki senjata nuklir.
BACA JUGA:Menelusuri Keindahan Alam Kalimantan: 5 Destinasi Wisata yang Wajib Dikunjungi!
Iran, seperti diakui oleh Badan Nuklir Internasional (IAEA), kini tengah memperkaya uranium hingga 60 persen. Jumlah itu, hanya sedikit di bawah level pembuatan nuklir ((hampir jadi). Apakah Israel akan menyerang?
Menyadari kepentingan geopolitiknya, Iran terus mengumpulkan cadangan uranium (bahan baku nuklir) dalam jumlah besar. Iran tahu sedang berhadapan dengan kekuatan "unlimited", yang di sekitarnya penuh "ranjau" .
Sementara Israel, diperkirakan memiliki 90-an senjata nuklir dan Bom neutron yang mampu diluncurkan lewat: rudal, pesawat terbang, maupun kapal selam. Meskipun tidak membantah dan mengiyakan, diyakini Israel punya kemampuan itu.
Kemarahan Iran yang tartahan, sejak tewasnya jenderal-jenderal Iran oleh Israel dan AS: Jenderal Qasem Soleimani (tewas di Baghdad 2020), Brigjen Mohammed Reza Zahedi (Damaskus 2024), dan Brigjen Abbas Nilforoushan (Beirut 2024), tentu memunculkan satu tekad pembalasan dendam.
BACA JUGA:Keindahan Tersembunyi di Purwakarta, 6 Destinasi Yang Menarik Untuk Kalian Singgahi!
Balas dendam, yang dalam bahasa Persia (Iran) disebut "Inteqam" adalah satu keniscayaan. Meski istilah ini juga dipakai dalam bahasa Urdu dan Hindi, namun secara semantik, "inteqam" berasal dari rumpun bahasa Arab.
"Kegilaan" yang tak terbendung, bisa saja terjadi. Penggunaan rudal berhulu nuklir, dalam kondisi hilangnya kesabaran untuk menang, bukanlah hal yang muskil.
Berbicara dalam Forum G7 (Rabu lalu), seperti dilansir "Jerusalem Post", Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengingatkan. AS tidak akan mendukung Israel dalam hal menyerang fasilitas (situs) nuklir Iran. AS nampaknya menyadari, situasi ini akan mendatangkan kenekadan Iran, dan mamaksanya menggunakan senjata pemusnah massal itu.