Putihan orang bilang, harus warna putih, selain itu nggak dipakai.” Meskipun demikian, tidak semua warga mematuhi tradisi ini, terutama mereka yang berbeda keyakinan.
Warisan dari Nenek Moyang
Praktik menutupi makam dengan kain putih ternyata sudah berlangsung sejak zaman dahulu.
Ani, seorang warga setempat, menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan warisan dari nenek moyang yang telah dilakukan turun-temurun.
BACA JUGA:Habiskan Waktu Liburmu dengan Mengunjungi Wisata Religi Makam Sunan Drajat di Lamongan, Ada Apa Yah?
“Sudah dari dulu, sejak nenek moyang. Jadi ini turun-temurun. Warga Gunungkidul masih gini, diselimuti putih-putih,” ujar Ani.
Menurut keyakinan masyarakat setempat, jika makam tidak diselimuti kain, arwah dari orang yang telah meninggal bisa datang dalam mimpi keluarga yang ditinggalkannya.
Hal ini dianggap sebagai pengingat bagi keluarga untuk memberikan perhatian lebih.
Dalam budaya Jawa, memberikan penghormatan kepada orang yang telah meninggal merupakan hal yang sangat penting.
BACA JUGA:Mengungkap Keajaiban Tradisi Suku Toraja, Upacara Pemakaman dan Seni Ukir Tongkonan!
Menurut Riswinarno, Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga, tradisi ini mencerminkan keyakinan antara dunia orang hidup dan dunia roh.
“Leluhur atau nenek moyang memiliki peran penting dalam budaya Jawa. Mereka dihormati dan dipuja sebagai penjaga keluarga dan penjaga tradisi,” katanya.
Bentuk Penghormatan dan Simbolisme
Menurut Riswono, pemakaian kain putih di makam Gunungkidul adalah bentuk penghormatan kepada keluarga yang sudah meninggal.
BACA JUGA:Menyelusuri Keindahan Wisata Religi di Lombok, Makam Keramat dan Tempat Ibadah Bersejarah