Meskipun demikian, ada peningkatan potensi hujan di beberapa wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan, terutama di bagian tengah dan utara, termasuk Sumatra Utara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Peningkatan potensi hujan ini dipengaruhi oleh fenomena cuaca global, seperti gelombang Kelvin, Rossby Ekuatorial, dan MJO, serta pertemuan dan perlambatan angin yang menciptakan kondisi atmosfer labil.
BACA JUGA:BREAKING NEWS - Yance Sayuri Cedera Saat Latihan Perdana Timnas Indonesia
Namun, BMKG menegaskan bahwa potensi hujan ini tidak terkait dengan La Nina, melainkan dipengaruhi oleh aktivitas cuaca global lainnya. BMKG juga mencatat bahwa meskipun La Nina diprediksi akan terjadi mulai September 2024, fenomena ini diperkirakan akan berada pada kategori lemah dan tidak cukup kuat untuk membawa perubahan signifikan dalam curah hujan saat ini.
Indeks Dipole Mode dan ENSO saat ini berada dalam kondisi netral, yang berarti tidak ada anomali suhu permukaan laut yang signifikan di Samudera Pasifik yang dapat memicu La Nina. Kesimpulan Dengan pergeseran puncak panen padi di tahun 2024 dari Maret ke April, serta proyeksi peningkatan luas panen dan produksi padi, Indonesia tampaknya akan mengalami surplus beras pada bulan Agustus dan September 2024.
BACA JUGA:BREAKINGNEWS: Pembaruan Jaringan Solana Dijadwalkan Akhir Mei 2024
Namun, kondisi nyata di lapangan menunjukkan tantangan besar terkait kekeringan dan gagal panen.
Sementara itu, BMKG memastikan bahwa La Nina belum terjadi dan proyeksi cuaca lebih dipengaruhi oleh fenomena cuaca global lainnya. Dalam menghadapi kondisi ini, penting bagi semua pihak, mulai dari petani hingga pemerintah, untuk terus memantau perkembangan cuaca dan mengadaptasi strategi pertanian mereka guna memastikan ketahanan pangan nasional dan meminimalkan dampak kekeringan pada produksi beras.