Tindakan ini, menurut Tulus, hanya menguntungkan para pemodal besar yang memiliki kendali signifikan atas produksi dan distribusi minyak sawit di Indonesia.
BACA JUGA:BREAKINGNEWS: Pj Wako Lantik Dahnial Nasution Dilantik Jadi Pj Sekda Pagar Alam
Dampak Ekonomi dan Sosial
Dampak dari kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga oleh pelaku industri minyak sawit.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa keputusan untuk menaikkan HET MinyaKita dilakukan setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk harga bahan baku dan daya beli masyarakat.
Namun, hal ini justru menuai kritik karena dianggap tidak memadai dalam menjawab kebutuhan masyarakat yang lebih luas.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang, menambahkan bahwa kenaikan harga MinyaKita dipengaruhi oleh penurunan permintaan dunia terhadap minyak sawit mentah (CPO).
BACA JUGA:Breaking News: Meski Kurang Populer 4 Aset Kripto Ini Diprediksi Melejit di 2024, Ada Apa?
Hal ini, menurut Moga, menyebabkan hak ekspor yang diterbitkan pemerintah bagi para pelaku usaha menjadi berkurang.
Akibatnya, para pelaku usaha harus mencari pasar baru di dalam negeri, yang kemudian memicu keputusan pemerintah untuk menaikkan HET MinyaKita.
“Untuk menstimulus para pelaku usaha agar dapat mengalihkan pasar CPO dan minyak gorengnya dari luar negeri ke dalam negeri, pemerintah memutuskan menaikkan HET MinyaKita,” jelas Moga.
Ia menekankan bahwa tujuan utama dari kenaikan HET ini adalah untuk memastikan pasokan minyak goreng di dalam negeri tetap terjaga dan terjangkau oleh masyarakat.
BACA JUGA:BREAKING NEWS - Yance Sayuri Cedera Saat Latihan Perdana Timnas Indonesia
Namun, banyak yang mempertanyakan apakah kebijakan ini benar-benar akan mencapai tujuan tersebut.
Perubahan Regulasi dan Implikasinya
Permendag Nomor 18 Tahun 2024 merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, yaitu Permendag Nomor 49 Tahun 2022.