KORANPAGARALAMPOS.CO - Keputusan pemerintah Indonesia untuk menghapus domestic market obligation (DMO) minyak goreng curah dan menaikkan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita telah memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, adalah salah satu tokoh yang dengan tegas mengkritik langkah ini.
Menurutnya, kebijakan tersebut bukan hanya merugikan konsumen, tetapi juga memperkuat dominasi pemodal besar di industri minyak sawit.
Kebijakan yang Kontroversial
Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan yang dipimpin oleh Zulkifli Hasan alias Zulhas, mengumumkan aturan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024.
BACA JUGA:Breaking News: MK Ubah Sistem Pemilu
Aturan ini menghapus peredaran minyak goreng curah dan mengharuskan masyarakat beralih ke minyak goreng kemasan, seperti MinyaKita.
Selain itu, HET MinyaKita resmi dinaikkan dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter.
Kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi, terutama karena waktu pengumumannya bertepatan dengan kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil.
Tulus Abadi dari YLKI mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan tersebut.
BACA JUGA:Newcastle United, William Osula dari Sheffield United Bomber Masa Depan Timnas Denmark
Menurutnya, langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah lebih memihak kepada para pemilik modal besar, khususnya mereka yang memiliki kebun sawit dan pabrik minyak sawit mentah (CPO).
“Ini namanya pemerintah menyerimpung masyarakat pengguna minyak goreng,” kata Tulus.
Ia berpendapat bahwa seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan kepentingan publik dengan tidak menaikkan HET MinyaKita, terutama di tengah penghapusan DMO minyak goreng curah.