OLEH
Sabpri Piliang
Wartawan Senior
Enzo Bearzot, bagai "ombak Kecil yang diabaikan". Timnas Italia 1982 di bawah asuhannya bukanlah 'sesuatu' yang diperhitungkan, "dianggap ladang padi yang tumbuh ilalang".
Di tengah skandal pengaturan skor kompetisi liga Italia ('Totonero'), sejumlah pemain bintang Timnas Italia, masuk 'ranah' skandal, dan kena skorsing.
Adalah Enzo Bearzot, seorang pelatih yang ditunjuk untuk menyusun kerangka Timnas, yang compang-camping. Seperti "telur di ujung tanduk", dia mencari 'remah-remah' pemain dari kompetisi Serie A Italia. Di tengah, beberapa Klub Serie A dihukum, dengan mendegradasinya ke Serie B.
Peran seorang pelatih, dan jam terbang, sangat mempengaruhi sebuah kompetisi. Terlebih untuk 'World Cup' (Piala Dunia). Dalam 'kesunyian'nya oleh skandal "Totonero", Enzo Bearzot menemukan sejumlah pemain bagus untuk lini Pertahanan: Marco Tardeli, Giuseppe Bergomi, Antonio Cabrini, dan Gaetano Sciera.
BACA JUGA:Perpanjangan Kualitas Hidup Dengan Senam Lansia
Menyadari posisi Italia kala itu, Bearzot menciptakan satu strategi Pertahanan yang disebut "Cattenacio", pertahanan total, atau disebut "grendel".
Paradoks dengan konsep Rinus Michels, pelatih Belanda 1974 yang disebut "Total Football", dengan jangkarnya trio Johny Rep, Johan Neeskens, dan Johan Cruyff.
Alhasil, Enzo Bearzot berhasil. Melibas favorit juara Brasil 3-2, sekaligus menggagalkan "The Dream Team" pelatih Tele Santana (Brasil), serta ekspektasi publik ketika itu. Betapa tidak.
Adalah: Zico, Socrates, Serginho, Leandro, Falcao, Paulo Isidoro, Juninho, merupakan seniman-seniman bola, dengan "lenggak-lenggok" memukau memuaskan penonton.
BACA JUGA:Cetak Generasi Berintegritas dan Beretika
Pengalaman 'coach' atau pelatih, serta taktik berbeda untuk menghadapi lawan yang berbeda, itu adalah kualitas yang melekat pada 'sang' pelatih.