Pada tahun 1357, rombongan kerajaan Sunda tiba di Majapahit dan mendirikan pesanggrahan di Lapangan Bubat di utara Trowulan, ibu kota Majapahit.
Mereka menunggu sambutan dari Majapahit dan upacara pernikahan yang layak.
Namun, kedatangan calon permaisuri ini menimbulkan dilema bagi Majapahit.
Berdasarkan catatan dari Pustaka Rajyarajya dari Cirebon, yang merupakan bagian dari Naskah Wangsakerta, Raden Wijaya, kakek Hayam Wuruk, adalah putra Rakyan Jayadarma yang menikah dengan Dyah Lembu Tal.
BACA JUGA:Kekayaan Soekarno Warisan Kerajaan Mataram Kuno Bernilai Fantastik! Ini Fakta Kebenarannya
Rakyan Jayadarma, yang gugur dalam perebutan kekuasaan, adalah putra mahkota Sunda dari Prabu Guru Darmasiksa.
Karena itu, Hayam Wuruk dianggap masih memiliki hubungan kekerabatan dengan calon permaisuri.
Gajah Mada kemudian menyampaikan kepada rombongan Sunda bahwa pernikahan tidak bisa dilangsungkan.
Merasa terhina, rombongan Sunda memilih berperang dengan Majapahit untuk menjaga kehormatan.
BACA JUGA:Mengenal Berbagai Sejarah dan Budaya Kerajaan Kutai
Di sisi lain, Agus Aris Munandar, seorang Arkeolog Indonesia, menafsirkan dari kisah Panji Angreni bahwa Krtawarddhana, ayah Hayam Wuruk, berkeberatan dengan pernikahan tersebut karena Hayam Wuruk telah dijodohkan dengan Indudewi.
Krtawarddhana memerintahkan Gajah Mada untuk membatalkan pernikahan.
Selain itu, ada informasi yang menyebutkan bahwa Gajah Mada melihat peristiwa ini sebagai kesempatan untuk menundukkan Sunda di bawah Majapahit.
BACA JUGA:Peninggalan Bersejarah Bangunan Istana Kerajaan Gunung Sahilan dan Arsitektur Melayu-Islam!
Raja Sunda sangat marah dan memilih melawan Majapahit untuk menjaga kehormatan.
Akibatnya, terjadi pertempuran antara rombongan Sunda dan tentara Majapahit. Rombongan Sunda bertekad untuk mati demi kehormatan di Lapangan Bubat.