Pers, atau dunia pemberitaan, kala itu memang berada dalam kendali otoritas.
"Senjata" yang paling ampuh untuk mengendalikan pers, dengan mensyaratkan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) bagi setiap perorangan, kelompok, atau siapa pun yang akan membuat penerbitan Media: Majalah, Surat Kabar (Koran), dll.
BACA JUGA:Aksi Ian McKellen dalam Film The Lord of the Rings The Two Towers
Tidak bisa sembarangan membuat penerbitan. Tidak semudah seperti sekarang.
Satu hal lagi, setiap penerbitan Pers yang telah ditutup atau dilarang oleh otoritas, jangan harap bisa diterbitkan lagi. Bila ingin terbit, harus berganti nama, berganti SIUPP (SIUPP baru), dan lebih jauh lagi berganti pengelola.
Teori pers yang berjalan saat itu, seperti tertera dalam ulasan: Petersen, Schramm, dan Siebert, memang tidak mudah bagi 'insan pers' yang berjalan di atas rel: 'cover both side', dan 'balancing'.
Terlebih pada negara-negara yang menganut faham "otoritarian", di mana pers berada dalam kendali otoritas.
BACA JUGA:Menjelajahi Destinasi Wisata Paling Cantik dan Terbaru di Jambi!
Pembreidelan tiga media yang memiliki 'audiance' besar, sangatlah berpengaruh terhadap publik Indonesia kala itu. Tak ada yang bisa 'melawan' atau menolak keputusan 21 Juni 1994. Kecuali menerima, dan berharap akan terbit SIUPP baru dengan nama berbeda.
Berharap ada pengusaha yang ditunjuk pemerintah untuk menampung para "pengangguran" berpengetahuan, seperti saya dan ratusan teman-teman 'journalist' lain.
Seorang pakar manajemen Lester Thurlow mengingatkan, dunia yang kompetitif membawa dua kemungkinan bagi siapa pun. Pertama, "menang". Yang kedua, "kalah".
Ketika tiga media tersebut di 'breidel', maka para 'journalist', atau industri penerbitan Pers dianggap kalah. Ketika, dua pengusaha ditunjuk oleh otoritas untuk menerbitkan Media pengganti MBM TEMPO menjadi "GATRA", lalu MBM EDITOR menjadi TIRAS, maka 'journalist' dianggap menang. Tentu menang dalam 'tanda kutip'.
BACA JUGA:Sinopsis Oma The Demonic, Film Horor yang Dibintangi Karina Nadila
Sejalan dengan teori Thurlow, "jika Anda ingin menang, maka Anda harus berubah".
Tidak ada pilihan, insan pers, setelah enam bulan pem-'breidelan', mesti menerima perubahan yang ditawarkan. Hanya saja, kembali pada Thurlow, jika ingin berhasil kembali pada titik awal, maka terimalah "hidangan" yang tersedia saat ini.
Idealisme pers, setelah peristiwa 21 Juni 1994, memang terasa "hambar", seperti sayur tanpa garam. Media baru pengganti MBM TEMPO & MBM EDITOR: GATRA dan TIRAS, tidak lagi sebebas sebelumnya.