Film Bumi Manusia, Kisah Romansa Minke dan Annelies yang Berliku, Ini Sinopsisnya!
Film Bumi Manusia, Kisah Romansa Minke dan Annelies yang Berliku, Ini Sinopsisnya!-kompas.com-kompas.com
PAGARALAMPOS.CO- Bumi Manusia mengikuti kehidupan Minke, siswa HBS atau sekolah menengah atas dengan pengantar bahasa Belanda.
Minke yang merupakan satu-satunya orang Indonesia di antara siswa Belanda mendapat kesempatan dari pemerintah kolonial untuk bersekolah di sana karena ia keturunan priayi.
Pada konteks masyarakat kala itu, golongan priayi tinggi diberi hak istimewa untuk menduduki karier yang terhormat, selama ia patuh pada tuntutan sistem yang ada.
Sistem yang dimaksud adalah berperilaku dengan mengikuti kebudayaan priayi dan tunduk pada kemauan penguasa kolonial, yang memanfaatkan golongan priayi untuk mengukuhkan kekuasaan.
BACA JUGA:Film SIN, Kisah Cinta Bikin Stuck dan Baper, Ketika Tahu Kekasih Adalah Kakakmu Sendiri!
Dalam novel ini, Pram mengisahkan pula jalinan cinta Minke dengan Annelies, putri Herman Mellema dengan Nyai Ontosuroh, dan akhirnya menikahinya.
Hubungan ini pula yang membawanya pada petualangan yang “menggugah”, dan menjadi bumbu pelengkap dalam kisah Minke. Minke tergambar sebagai “sosok pribumi” penuh privilese, cerdas, dan liyan daripada golongannya.
Tulisan-tulisan Minke dalam majalah berbahasa Belanda misalnya membuat Asisten Residen mengundangnya sebagai tamu kehormatan, bahkan kemudian menjadikannya sahabat keluarga.
Namun, kehidupan penuh privilese ini justru secara berangsur membuatnya tersadar, bahwa dirinya berada dalam masyarakat rasialis.
BACA JUGA:5 Rekomendasi Film yang Dibintangi Vanesha Prescilla
Ia menemukan pula bahwa sistem etis sekalipun, tidak dapat menerima masyarakat bangsanya (baca: pribumi).
Di sisi lain, kondisi masyarakat Indonesia pada saat itu pun dihadapkan pada kehidupan yang dengan ketat melaksanakan praktik feodalisme, termasuk oleh keluarganya sendiri.
Dua premis cerita tersebut lah yang menguat sepanjang isi novel. Melalui interaksinya dengan masyarakat kolonial, membuatnya mengerti akan adanya sistem yang bersifat rasialis dalam masyarakat.
Juga, persahabatannya dengan pelukis Prancis, Jean Marais, bekas prajurit KNIL yang pernah terlibat dalam perang Aceh, turut membongkar sistem kolonial dari segi lain lagi.