Alwi Novi
Disway--Disway
Oleh: Dahlan Iskan
- Apa ini?
+ Ini api.
Itulah permulaan pelajaran bahasa untuk mahasiswa jurusan bahasa Indonesia di Tiongkok.
Dengan dialog empat kata itu mereka pun mengenal ada dua jenis huruf dalam 印尼文: huruf hidup dan huruf mati.
Harus tahu dulu itu.
Tidak semua huruf itu hidup dan tidak semuanya mati. Hidup dan mati harus dikombinasi agar bisa berbunyi.
BACA JUGA:Mengungkap Keindahan Kebun Buah Mangunan, Wisata Edukatif di Bantul
Sebelum itu, dosen bahasa Indonesia di sana, Alwi Arifin, memperkenalkan apa saja huruf yang disebut huruf mati: p,b,m,n. Itu dulu. Lalu apa saja yang disebut huruf hidup: a,i,e,o,u.
Masih ada satu huruf hidup lagi yang diperkenalkan oleh Alwi ke mereka: e dengan coret miring di atas. Itu untuk membedakan "e" untuk "enak" dan "e" untuk ¬–"entar" dulu saya pikir contohnya. "Entah" kenapa sulit dapat contohnya.
Alwi, Anda sudah tahu: alumnus pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.
Ia kuliah S-1 dan S-2 di Xiamen, provinsi Fujian. Alwi satu almamater dengan Novi Basuki, redaktur rubrik Cheng Yu di Harian Disway, Surabaya. Sejak dari Nurul Jadid sampai Xiamen.
BACA JUGA:Kebun Buah Mangunan, Destinasi Wisata Agro Yogyakarta yang Menawan dengan Pemandangan Mempesona
Bedanya Novi masih lanjut ambil gelar doktor di Guangzhou. Alwi langsung menerima tawaran bekerja di sana. Ia diminta jadi guru bahasa Indonesia di kota Fuqing, tiga jam naik mobil di utara Xiamen.