Dewan Langitan
![](https://pagaralampos.bacakoran.co/upload/5dae6d33e2a585b9ab8a44ae2821e974.jpg)
Disway--Pagaralam Pos
Oleh: Dahlan Iskan
Saya bersyukur atas informasi ini: ada organisasi media yang mencalonkan Prof Dr Komarudin Hidayat untuk menjadi anggota Dewan Pers –yang lantas bisa dipilih sebagai ketuanya.
Saya pun menyesal sempat membuat pernyataan bersedia dicalonkan. Sudah mepet. Batas waktu pencalonan kian dekat: ditutup tanggal 11 Februari hari ini. Belum ada tokoh ''kelas langitan'' yang dimajukan. Padahal, selama ini, hanya tokoh ''kelas langitan'' yang sebaiknya jadi ketua Dewan Pers.
Di pernyataan kesediaan saya itu saya beri catatan tulisan tangan: ''sepanjang tidak ada calon lain yang lebih baik dari saya''. Ternyata ada --meski baru kabar selentingan. Kita lihat pengumuman panitia seleksi besok: apakah Prof Komarudin benar-benar masuk daftar calon.
Sejak tidak ada kementerian penerangan –sebagai salah satu hasil reformasi 1998– Dewan Pers-lah yang harus menjaga keberlangsungan hidup pers yang sehat.
BACA JUGA:Puskesmas Serentak Berikan Pelayanan Cek Kesehatan Gratis
Anda sudah tahu: sejak reformasi kebebasan pers terjamin sekali. Bahkan banyak yang menilai terlalu bebas. Pers yang selama 35 tahun dikekang menjadi seperti kuda yang dilepas ke alam bebas. Sudah begitu lama terkekang. Sekali bebas, bebas sekali –untuk meminjam tagline RRI –sekali di udara tetap di udara.
Jaminan kebebasan itu diatur di dalam UU Pers yang dilahirkan di puncak euforia reformasi. Di situlah Dewan Pers diatur. Tapi para penyusun UU Pers rupanya terlalu bersemangat. Sampai lupa memasukkan ''pasal peralihan'' yang begitu penting. Yakni pasal yang seharusnya mengatur ''bagaimana cara pembentukan Dewan Pers kali pertama''.
Begitu UU Pers disahkan, Dewan Pers harus dibentuk. Bingung: siapa yang harus membentuk dan bagaimana caranya.
Akhirnya seluruh organisasi pers berkumpul di Bandung. Seingat saya lebih 20 organisasi pers. Ada yang besar, ada yang kecil. Ada yang sudah lama, ada yang baru dibentuk. PWI bukan lagi satu-satunya organisasi wartawan. Sudah ada Aliansi Jurnalis Independen (AJI) –yang punya semangat anti kemapanan. Ada pula PWI-Reformasi –yang ini umurnya tidak panjang. Saking banyaknya saya sudah lupa nama-namanya. Banyak juga yang sekarang sudah meninggal dunia.
BACA JUGA:Kelezatan Kuliner Khas Banjarmasin Yang Luar Biasa!
Jalannya rapat pun meriah –cenderung kacau. Semua organisasi pers merasa sejajar. PWI tidak diistimewakan lagi. PWI dianggap bagian dari Orde Baru.
Yang lebih sulit lagi saat pemilihan siapa yang akan jadi ketua Dewan Pers. Calonnya terlalu banyak. Masing-masing organisasi mengajukan calon ketuanya sendiri. Semua merasa berhak. Merasa mampu.
Saya tidak mau mencalonkan diri, meski beberapa orang minta saya maju. Saat itulah saya berbicara di forum: mengapa saya tidak mencalonkan diri.