Wanita Global
Disway--Disway
Setiap kereta akan berhenti dia datangi penumpang di bawah kertas tempel itu. Waktunya turun. Lalu kertas yang dia tempelkan itu diambil.
Pun ketika kereta akan berhenti di stasiun Hartford. Dia datangi saya. "Di sini Anda turun", katanyi. Lalu mencopot tempelan kertas di atas kepala saya.
Di Hartford saya bertemu wanita istimewa lainnya. Nisa. Pakai jilbab hitam. Asal Bontang, Kaltim. Masa kecilnya di Gang Alwi, Samarinda, tidak jauh dari rumah istri saya.
BACA JUGA:Tingkatkan Ketahanan Pangan di Masyarakat, Tebar Bibit Ikan
Nisa bisa berbahasa Banjar dan mengerti bahasa Bugis. Orang tuanya campuran Banjar-Bugis. Dia sudah lebih 10 tahun di Hartford --setelah pindah dari New York.
Suami Nisa dari Turkiye. Kampung suaminya di satu jam naik pesawat dari Istambul, ke arah Asia. Sang suami pengusaha bidang logistik.
"Di mana ketemu suami?"
"Di online."
"Saat Anda masih tinggal di Bontang?”
"Iya. Saat masih di Bontang."
BACA JUGA:Siapkan Mahasiswa untuk Dunia Akademik dan Profesional
Nisa punya anak satu. Cewek. Menjelang remaja. Cantik sekali.
Di Chicago ketemu satu wanita Indonesia lagi yang bersuamikan bule: Mayasari. Rumahnyi di Greenburg, Indiana. Di situ Maya buka restoran Indonesia. Juga mendirikan pabrik tempe.
Cita-cita Maya: pabrik tempenyi itu akan menggunakan artificial intelligent (AI). Maya memang ambil computer science saat kuliah di Purdue University, Indiana.
Sang suami orang pedalaman Indiana. "Petani," kata Maya yang selalu merasa sebagai orang Bogor. Bapaknyi Sunda, ibunyi Sangihe.