Sosiologi Ekonomi

Disway--Disway

Sejak pabrik gula BUMN disatukan di bawah satu perusahaan, dilakukanlah rayonisasi. Tebu dari kebun dekat pabrik A harus digiling di pabrik A.

BACA JUGA:Tunjukkan Kepedulian dengan Bantuan Cepat

Arif memang pernah menjadi komisaris di salah satu perusahaan BUMN bidang gula. Rupanya ia terus mengamati apa yang terjadi. Lahirlah disertasi ini: Arif memperoleh predikat cumlaude.

Saat diminta bicara, saya bertanya pada promovendus: setelah jadi doktor akan ke mana, kerja apa.

Saya memang pernah punya kesimpulan: masa depan terbaik wartawan adalah menjadi dosen. Dosen yang ilmunya banyak.

Saya pernah mendorong wartawan untuk jadi pebisnis. Banyak gagal. Wartawan itu punya jiwa mudah terharu. Pebisnis tidak boleh mudah terharu.

BACA JUGA:Membuka Jejak Sejarah Peradaban Masyarakat Kuno di India

Saya juga sering mendorong wartawan jadi politisi. Banyak juga yang gagal: wartawan terlalu sering memakai hati nurani. Jadi politisi tidak perlu punya hati nurani.

Saya berpendapat, saat itu, seseorang yang sudah 10 tahun jadi wartawan sebaiknya kuliah lagi mengambil S2. Dengan biaya sendiri. Kalau berhasil lulus semua biaya S2 diganti Jawa Pos.

Dengan gelar S2 mereka bisa jadi dosen. Apalagi S3. Tidak perlu lagi harus habis-habisan banting tulang di lapangan. Akan kalah dengan wartawan yang muda-muda.

Saya tidak tahu apakah kebijakan S2 dapat uang pengganti dari perusahaan itu masih berlaku sampai sekarang.

BACA JUGA:Banyak Yang Gak Tau Keanekaragaman Flora dan Fauna di Taman Nasional Tesso Nilo, Surga Tropis yang Terancam!!!

Kelihatannya, setelah jadi doktor pun Arif belum tertarik menjadi dosen. Tapi dengan gelar itu Arif sebenarnya bisa diperebutkan universitas swasta. Ia bisa memperbaiki ratio antara mahasiswa-dosen di universitas swasta.

Saya tahu jiwa Arif tetap ingin jadi orang merdeka. Saya melihat itu saat Pilpres lalu.

Ia begitu sulit: sebagai orang dekat Mensesneg Prof Pratikno ia harus membantu calon presiden yang didukung Jokowi.

Tag
Share