Wajib Dikunjungi, Yuk Liburan ke Gunung Patuha Bandung!
PAGARALAMPOS.CO - Menurut catatan, Gunung Patuha meletus sebanyak dua kali.
Letusan pertama terjadi pada abad ke-10 dan meninggalkan kawah di puncak sebelah barat. Karena kawahnya kering maka dinamakan Kawah Kala. BACA JUGA:Surganya Wisatawan! Inilah Pesona Cantik yang Dimiliki Papua Barat Dalam bahasa Sunda, saat artinya kering. Gunung Patuha berada 2.434 meter di atas permukaan laut dan merupakan hutan hujan tropis dengan suhu berkisar antara 10 hingga 21 derajat. Terdapat beberapa jalur pendakian antara lain jalur Cipanganten, jalur Panceuling dan melalui Kawah Putih. Gunung Patuha merupakan gunung yang terletak di Rancabali, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dengan ketinggian 2.434 meter. BACA JUGA:Membuka Tabir Miateri Gunung Arjuno, Begini Penjelasanya! Gunung Patuha mempunyai kawah yang sangat aneh bernama Kawah Putih. Gunung Patuha yang menjulang tinggi di atas Ciwidey di wilayah selatan Bandung merupakan gunung tertinggi kedua di Bandung Raya. Gunung ini mempunyai empat kawah. Yang paling terkenal adalah Kawah Putih yang terletak di bawah puncak, pada ketinggian sekitar 2.100 meter di atas permukaan laut, dan Kawah Kala yang terletak tepat di atasnya. BACA JUGA: Winger PSM Makassar Yakob Sayuri Mendapat Tawaran Klub Luar Negeri Dua kawah lainnya yaitu Kawah Cibodas dan Kawah Tiis atau Legoktiis. Gunung Patuha termasuk gunung bertubuh besar. Lereng dan kakinya menjalar ke tiga desa, yaitu Desa Patengan dan Desa Sugihmukti di Kecamatan Pasirjambu, serta Desa Alam Endah di Kecamatan Rancabali. Semuanya berada di wilayah administratif Kabupaten Bandung. Walaupun demikian, masyarakat lebih mengenal keberadaan Gunung Patuha dengan menyebutnya berada di kawasan Ciwidey saja. Akses menuju Gunung Patuha sangat mudah. Dari Kota Bandung, kita tinggal memilih jalan ke arah Soreang. BACA JUGA:Sudah Pernah Coba? Nikmati 5 Mnafaat Pepaya Kreativitas Kuliner Dengan Buah Tropis Ini! Bisa melalui Jalan Kopo, atau melalui Jalan Banjaran, bisa juga melalui Jalan Tol Soroja, keluar di gerbang Tol Soreang. Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan provinsi menuju Ciwidey, dan nantinya berhenti tepat di depan gerbang wisata Kawah Putih. Atau jika ingin mengunjungi Gunung Patuha dari Kampung Cipanganten, perjalanan berlanjut sampai menemukan belokan di dekat gerbang Perkebunan Teh Rancabali. Jika jalan ini terus disusuri, kita akan sampai di Kota Cianjur . Di dekat Gunung Patuha terdapat beberapa gunung lainnya. Di sebelah utaranya terdapat Gunung Batukorsi, di sebelah timur ada Pasir Tanjakanbima dan Gunung Urug, di sebelah barat terdapat kembarannya, yaitu Gunung Patuha 2, yang oleh masyarakat dikenal juga dengan nama Gunung Mayit. BACA JUGA: Yordania jadi Tim Pertama yang Lolos ke Final Piala Asia 2023 usai Kalahkan Tim Favorit Juara Nama Patuha berasal dari kata sepuh. Dalam bahasa Indonesia sepuh bisa berarti pak tua yang lambat laun nama ini berubah menjadi Patuha. Gunung Patuha meletus pada abad X dan XII hingga akhirnya membentuk kawah yang sering disebut sebagai Kawah Putih, kawah dengan bebatuan. Atau pasir dan air kawah yang berwarna putih kehijauan dikelilingi tebing bekas letusan yang di sebagian tempatnya sudah ditumbuhi lumut dan tanaman liar lainnya. Dahulu, kawasan gunung ini dianggap sangat angker dan mistis oleh masyarakat sekitar. Bahkan segerombolan burung yang terbang enggan melewati puncak ini, dan kalau pun ada, maka akan mati. BACA JUGA:Woahh Mempesona! 6 Destinasi Wisata Air Terjun di Semarang, Dijamin Bikin Otak Segerrrr Menurut kepercayaan masyarakat, di lahan puncak Gunung Patuha terdapat 7 makam leluhur yang namanya diawali dengan kata "Eyang" (Eyang Jaga Satru, Eyang Rangsa Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong). Salah satu puncak Gunung Patuha, yaitu Puncak Kapuk, dipercayai sebagai tempat berkumpulnya para leluhur tersebut, dengan Eyang Jaga Satru sebagai pimpinannya. Di puncak keramat tersebut, jika kawenehan atau kebetulan, kita bisa melihat segerombolan domba atau kambing berbulu putih yang ditumbuhi lumut. Menurut mitos, domba ini dikenal dengan nama Domba Lukutan yang dipercayai sebagai jelmaan para leluhur. Kepercayaan mengenai keangkeran kawah Gunung Patuha lambat laun terpecahkan. Pada tahun 1837, seorang warga negara Belanda keturunan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn berkunjung ke kawasan Ciwidey. BACA JUGA:Apakah Vitamin D Penting Untuk Kesehatan Anda? Yuk Ini 5 Pilihan Sehat Untuk Meningkatkan Asupan Anda! Saat itu, ia memandangi sebuah kawasan gunung yang terlihat sunyi. Tidak ada satu ekor burung pun yang terbang di atasnya, dan hal ini membuatnya penasaran. Junghuhn adalah seorang ilmuwan dengan pemikiran dan pemahaman berdasar pada pengetahuan dan logika. Baginya, keadaan dan kondisi puncak Gunung Patuha ini merupakan sesuatu yang kurang masuk akal sehingga membuatnya lebih penasaran.Singkat cerita, dengan segala keberaniannya Junghuhn menembus hutan yang mengelilingi kawasan puncak Gunung Patuha.
BACA JUGA:Woahh Mempesona! 6 Destinasi Wisata Air Terjun di Semarang, Dijamin Bikin Otak Segerrrr
Setelah berada di puncak, ia terkesima menyaksikan sebuah danau yang begitu indah dengan air berwarna putih yang sedikit hijau dan semburan lava di permukaannya. Selain itu, di beberapa lokasi tertentu tercium bau belerang yang sangat menyengat. Bau belerang inilah yang menjadi alasan mengapa burung-burung enggan untuk terbang melintas di atas puncak Gunung Patuha.
Kategori :