Di samping itu, perlu kita ingatkan bahwa gaya penceritaan Robert Eggers khususnya pada “The Northman” ini tidak selalu cocok untuk semua audiens.
Robert Eggers memang dikenal dengan gaya penceritaannya yang perlahan, bahkan cenderung lambat.
Bila kita sabar dan menikmati setiap adegan film, maka kita akan menemukan klimaks di setiap film Robert Eggers.
BACA JUGA:Film Suzzanna Malam Jumat Kliwon, Nostalgia Horor Masa Lalu
Namun bila kita tidak menyukai film-film dengan pace lambat, rasanya “The Northman” hanya akan menimbulkan kantuk dan terkesan membosankan.
Visual Sinema yang Epik
Aspek lain yang patut diapresiasi dari “The Northman” adalah production design-nya. Presentasi “The Northman” dari segi set dan kostum benar-benar membawa nuansa Viking abad ke-9 di dalamnya.
Set pedesaan khas Slavia, tone biru gelap yang mendukung suasana mistisisme nordik, hingga visualisasi lanksap Islandia yang epik sangat nyaman untuk nikmati.
Lalu sinematografi film ini juga patut diacungi jempol. Robert Eggers tidak salah menggaet Jarin Blaschke sebagai sinematografer andalannya.
BACA JUGA:Film Petualangan Sherina 2, Nostalgia Sahabat Lama Hadapi Situasi Genting
Terbukti, Blaschke mampu menciptakan shot-shot cantik yang berkesinambungan. Hasil sinematografi Jarim Blaschke akan terasa saat adegan panjang penyerangan desa Slavic oleh para Viking.
Shot yang cukup panjang, tone biru gelap, dengan efek gore akan mengingatkan kita pada adegan pembuka dalam film “The Revenant” (2017).
Tidak lupa scoring khas Skandinavia dari “The Northman” yang semakin memperkuat suasana kolosal pada abad ke-9.