BACA JUGA:Masih Dipadati Ribuan Pengunjung
Tentu banyak supermarket menjual VCO. Pun di Hong Kong. Di mana saja. Selama di luar negeri saya belum pernah melihat ada VCO made-in Indonesia. Di jejeran VCO yang dipajang selalu saja didominasi buatan Filipina.
Maka selama di Beijing saya mengantongi VCO dari Ciheras. Sebelum mendarat di bandara Beijing saya olesi bibir dengan VCO. Saya usap juga punggung tangan dengan VCO. Pun wajah saya. Semua bau minyak kelapa. Sebentar. Lalu menghilang. Atau hidung saya yang menjadi kebal. Nggak masalah. Toh tidak akan ada yang mencium orang tua seperti saya.
Yang penting bibir aman. Kulit tangan tetap lembut. Tumit mulus. Halus. Kulit tidak terpapar bahan kimia. VCO adalah nabati. Alami. Back to nature.
Pun selama di Shanghai. Meski tidak sekering di Beijing udara Shanghai tetap kering –di musim dingin. Buktinya: cucian saya sudah kering dalam semalam. Hanya sedikit lebih lambat dari di Beijing: kering dalam waktu setengah malam.
BACA JUGA:Junjung Tinggi Nilai-Nilai Kemanusiaan
Itu kebiasaan lama saya. Hanya membawa sedikit baju di musim dingin. Lihatlah foto-foto saya: bajunya seperti tidak pernah ganti. Setiap mandi malam, saya sekalian cuci celana dalam, kaus terdalam, dan kaus kaki. Lalu diperas. Digantung di gantungan baju. Bangun tidur, pakaian sudah kering. Siap dipakai kembali.
Pun celana. Hanya membawa satu jeans tebal. Itu pun belum pernah saya pakai. Jeans yang warna hitam ini enak sekali di badan. Hangat. Setelah saya pakai tiga hari, saya cuci di kamar mandi. Tidur pakai celana tidur. Pagi hari jeans itu sudah kering. Kasihan jeans warna biru muda. Tetap di bangku cadangan.
Istri saya sudah saya sarankan ikut gaya saya: jangan bawa baju banyak-banyak. Ini musim dingin. Musim kering. Tapi dia punya agama sendiri: ''saya ini wanita''. Ya sudah. Saya bukan seperti yang Anda tuduh: takut istri. Tapi saya memang tidak pernah berbantah.
Di malam tahun baru kemarin pun saya bawa VCO itu menyusuri Jalan Nanjing Timur, Shanghai. Menuju Old Jazz. Di Peace Hotel. Bersama menantu, Mas Tatang. Yang lain seperti rencana awal: tidak keluar kamar hotel.
BACA JUGA:Pantai Tanjung Setia, Pesona Ombak dan Sunset di Lampung
南京东路 padat. Kami pilih lewat jalan satunya yang sejajar. Setelah agak dekat ke sungai, menurut rencana, baru belok kiri. Ternyata semua jalan belok kiri dijaga. Tidak boleh dimasuki. Kami diarahkan terus ke utara, ke pinggir sungai. Itulah tujuan utama malam tahun baru: pinggir sungai.
Saya sudah mencoba menjelaskan: tujuan saya ke hotel ''itu'', bukan ke pinggir sungai. Tetap saja tidak bisa. Maka jadilah saya turis pada umumnya. Berjejal menuju pinggir sungai. Lalu belok kiri di situ. Bertabrakan dengan arus manusia yang dari jalan Nanjing Timur yang seperti air bah.
Ternyata saya bisa belok ke arah Peace Hotel. Hanya harus memutar. Mengikuti arus yang sudah diatur untuk kelancaran malam tahun baru.
Malam kemarin jalan Nanjing Timur dibelah dua: sisi selatan untuk pejalan kaki menuju sungai. Sisi utara untuk yang kembali dari sungai.
BACA JUGA:Wisata Alam dan Budaya Lampung, Keindahan Tersembunyi Pulau Sumatera