Mati Lagi

Rabu 18 Dec 2024 - 20:17 WIB
Reporter : Thom Yorke
Editor : Thom Yorke

Oleh: Dahlan Iskan

Tidak ada taruhan yang lebih besar dari ini: menutup bandara Husein Sastranegara di Bandung demi menghidupkan bandara baru Kertajati di Majalengka, dekat Cirebon.

Hasilnya: yang mau dihidupkan mati lagi. Sudah hampir. Tepatnya: nyaris mati lagi.

Penutupan Husein itu, ibaratnya sudah seperti memberikan viagra terbaik bagi Kertajati. Toh tidak mampu bangkit.

Penerbangan-penerbangan yang sempat ''dipaksakan'' kembali harus terbang dari Kertajati satu per satu tutup lagi. Orang Bandung tidak mau terbang dari Kertajati. Pun setelah jalan tol Bandung-Kertajati dioperasikan.

BACA JUGA:5 Perbandingan Mitsubishi Xforce dan Toyota Yaris Cross Terbaru 2024, Siapa Paling Unggul?

Saya mendarat di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, bulan lalu. Sedih. Sepi. Itu kali pertama saya mendarat di Husein sejak penerbangan komersial ditutup di bandara itu. Begitu sunyi. Berbeda dengan hiruk-pikuk ketika bandara itu masih beroperasi. Saya lihat betapa besar penurunan aktivitas ekonomi di sekitar bandara. Bukan lagi turun, tapi hilang. Begitu banyak bisnis kecil yang tiba-tiba hilang.

Memang bandara Husein dianggap terlalu kecil bagi kota sebesar Bandung. Tidak bisa lagi dikembangkan. Statusnya pun milik TNI-AU. Cepat atau lambat bandara itu harus dipindah.

Ternyata pemerintah menempuh jalan cepat. Cepat pindah. Ke Kertajati –65 km dari Bandung.

Hasilnya begitu dramatis –sedihnya. Dalam keadaan ekonomi lagi lesu seperti ini penutupan bandara Husein patut ditangisi.

BACA JUGA:Jadon Sancho Bisa Jadi Pembelian Terbaik, Chelsea Sepanjang Masa

Setiap kali bertemu orang Bandung saya sering bertanya: mengapa tidak mau terbang lewat Kertajati.

"Bagi kami, orang Bandung, lebih cepat terbang lewat Halim. Jurusannya juga banyak," ujar Djoni Toat Mulyadi. Saya ngobrol panjang dengan Djoni di lantai 26 Hotel Westin, Kuningan, Jakarta. Sambil menunggu acara The 11th South Asia, Chinese Clans Friendship Conference yang diadakan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI).

"Apalagi sekarang ada Woosh," tambahnya. "Setengah jam sampai Halim," tambahnya.

Djoni, seorang Tionghoa mualaf, adalah pengacara. Juga pegiat sosial. Ia pernah punya banyak bisnis karaoke, night club, dan sejenisnya. Sekaligus di beberapa kota. Sejak ramai obat terlarang masuk tempat hiburan malam ia akhiri semua jenis bisnis itu.

Kategori :