KEMATIAN PEMIMPIN HAMAS
OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
"Ini bukan perangnya Sinwar". Bukan perang Haniyeh. Bukan pula Perang Deif, Issa, atau Aroury". Ini adalah Perang Ideologis. Tak akan pernah berakhir, bila substansinya terus buntu di ujung jalan.
Kematian Yahya Sinwar (Kepala Biro Politik Hamas), melengkapi kematian pemimpin "mainstream" (arus utama) Hamas yang nyaris 'habis', dalam "clash" setahun terakhir.
Sejak Israel membalas serangan Hamas (Harakat Al-Muqawama Al-Islamiyya) yang menewaskan 1.200 warga Israel, dan menyandera sekitar 250 orang lainnya. Seluruh pemimpin utama Hamas, telah menjadi incaran, untuk dieliminasi. "Disudahi".
Dimulai dengan Marwan Issa tewas (Gaza), Saleh Al-Aroury (Lebanon/Wakil Kepala Biro Politik Hamas), Mohammad Deif (Gaza/Panglima Izzedin Al Qassam), Ismail Haniyeh (Teheran/Kepala Biro Politik Hamas), dan terakhir Yahya Sinwar (Gaza/pengganti Haniyeh).
BACA JUGA:Presiden Maladewa Pecat Ratusan Pejabat
Kematian pemimpin Hamas "garis keras" ini, dipastikan akan melahirkan pemimpin baru. Pemimpin baru gerakan yang didirikan oleh Sheikh Ahmad Yassin, pasti muncul.
Organisasi yang telah berdiri sejak 1987 lalu (37 tahun) , sejatinya telah memahami risiko berhadapan dengan Israel. Kematian demi kematian pemimpin Hamas oleh Israel, bukan lagi hal aneh. Hamas telah terbiasa dengan kematian para pemimpinnya.
Kematian pertama, terjadi terhadap pemimpin Hamas Sheikh Ahmad Yassin (2004). Sebuah rudal yang ditembakkan dari Helikopter, saat Ahmad Yassin pulang Sholat Subuh di Gaza. Menghabisi pemimpin pertama Hamas ini. Lebih 200.000 orang mengantarkannya ke pemakaman.
Abdel Aziz Al-Rantissi yang hanya menjabat empat minggu menggantikan Ahmad Yassin. Juga menemui kematian oleh Israel. Saat mengunjungi anggota keluarganya di Kota Gaza saat fajar menyingsing.
BACA JUGA:Diktator Baik
Siangnya ketika akan kembali ke tempat persembunyiannya. Rantissi ditembak di dalam mobilnya. "Kematian ini. Apa itu dengan peluru, lewat helikopter. Atau penyakit Kanker, sama saja. Kematian adalah janjian,"kata Rantissi sebelum terbunuh.
Baik Ahmad Yassin, maupun Abdel Aziz Al-Rantissi, sama-sama lahir di tempat Israel duduki saat ini. Ahmad Yassin lahir di Al Jura (Mandat/Palestina), sekarang disebut Askhelon (Israel) 1936. Sementara, Abdel Aziz Al-Rantisi lahir di Yibna (Israel).