Inilah kue peninggalan masa perang. Rotinya dibuat keras agar tahan satu bulan masih bisa dimakan.
Di saat jalan-jalan di kota lama ini kami melewati gereja. Ada kebaktian di dalamnya: kebaktian minggu pagi. Saya pun masuk. Duduk di kursi di sela-sela jemaat yang lagi mendengarkan khotbah.
Yang khotbah terlihat di layar. Khotbahnya dalam bahasa Hokja. Wanita di sebelah pendeta menerjemahkan tiap kalimat ke dalam bahasa Mandarin.
Ruangan penuh. Tidak terlihat ada anak muda. Mayoritas sudah tua dan tua sekali. Ternyata yang di ruang bawah itu karena tidak kebagian tempat di ruang atas.
BACA JUGA:Resep Pisang Goreng Crispy, Gorengan Renyah untuk Kapan Saja Yuk Cobain!
Pendeta yang berkhotbah ada di ruang atas. Saya pun naik lift. Langsung ke lantai tiga. Diantar petugas gereja. Gedung utama di lantai dua juga penuh.
Saya hanya bisa dapat tempat di lantai tiga. Ini lantai balkon. Dari balkon lantai tiga bisa melihat lantai dua. Memang penuh sekali. Total sekitar 500 orang ikut kebaktian pagi itu. Masih akan ada kebaktian lagi siang dan malam hari.
Saya agak keasyikan di gereja ini. Lupa kalau harus ke museum. Tapi sedikit terlambat ke museum kan tidak masalah. Masih tetap buka sampai pukul 12.00.
Memang akan lebih baik kalau lebih pagi ke museum. Agar bisa mengambil foto bagian luar museum dengan pencahayaan pagi yang lebih baik.
BACA JUGA:Yuk Nikmati 5 Keindahan Semarang Yang Tak Terlupakan, Salah Satunya No 4!
Saat saya tiba di museum matahari sudah terlalu tinggi. Terlalu silau untuk pemotretan yang sempurna. Apa boleh buat. Saya tetap berfoto. Pemandangan bagian depan museum ini sangat indah.
Ada halaman parkir. Lalu naik sedikit ada gerbang. Saya amati corak gerbang itu: bermotif daun-daun pisang. Sudah terasa unsur Jawa-nya.
Tidak harus membayar. Begitu melewati gerbang, tangga nan lebar bertingkat-tingkat harus ditanjaki. Untuk mencapai halaman gedung museum harus mendaki sekitar 90 anak tangga. Maka gedung museum itu pun terasa gagah.
Bentuk gedungnya pakua: segi delapan. Di tengah-tengah gedung itulah patung besar Liem Sioe Liong ditempatkan. Posisinya duduk di kursi. Warna patungnya putih polos. Posisi duduknya mengingatkan saya pada patung Presiden Abraham Lincoln di Washington DC.
BACA JUGA:Lagi Mencari Refrensi Liburan yang Menyenangkan? Berikut Ini dia 6 Daftar di Malang!
Hanya patung itu satu-satunya benda di lobi pendopo di tengah-tengah gedung. Saya sebut pendopo karena plafon lobi yang luas itu bukan gaya Tiongkok. Kesan saya lebih mirip gaya joglo Jawa.