"Airnya tidak dingin. Hangat," jawabnyi.
Saya tidak bisa menyelami perasaan orang yang lagi bahagia setelah menyelam di bawah laut. Maka saya hubungi sahabat Disway yang suka menyelam.
Namanya: Murtaqi Syamsuddin. Ia lulusan elektro Universitas Indonesia. Sepanjang kariernya dihabiskan di PLN –terakhir sebagai direktur di sana.
Murtaqi sudah biasa menyelam di Nusa Lembongan. Laut dalam di situ, katanya, arusnya kuat. Mirip dengan laut di Alor dan Labuhan Bajo.
BACA JUGA:Stefano Pioli, Jadi Pelatih Baru Cristiano Ronaldo di Al-Nassr
"Di situ kita bisa melihat barisan ikan barakuda. Indah sekali," ujar Murtaqi.
Ia sudah sering menyelam tidak hanya di Nusa Lembongan. Juga di Alor dan Labuhan Bajo. Sampai sekarang. Pasca pensiun dari PLN pun masih terus menyelam.
Apalagi di hari Kamis seperti hari ini. Dua hari setelah bulan purnama. Arusnya luar biasa kuat. Penyelam harus membawa ''jangkar'' bertali. Ditanam di dasar laut. Tali diikatkan di badan. Dengan jangkar bisa bertahan dalam posisi digelontor arus kuat.
Ikan hiu martil pun suka di arus seperti itu. Murtaqi menikmati pemandangan hiu seperti itu. Bahagia.
BACA JUGA:Legenda Mistis Gunung Merbabu: Penjaga Gaib dan Kerajaan Tak Terlihat di Puncak
Di lokasi lain tentu juga ada arusnya. Tapi tidak sekuat di Nusa Lembongan Atau Alor. Atau ''castle rock'' Labuhan Bajo.
Saya pun tahu mengapa si Jerman dan para bule itu berdatangan ke Nusa Lembongan. Lebih mudah dijangkau. Dekat Bali. Sekalian ke Bali.
Sambil menunggu jadwal pesawat saya pilih menyelam di bebek tepi sawah dekat bandara Ngurah Rai.(Dahlan Iskan)