Bila pun ada hanya ramah tamah biasa, De Kock pun menerima hal itu.
Setelah pertemuan pada Maret 1829, Pangeran Diponegoro merasa hubungan baik dengan pejabat Belanda akan langgeng.
Dia juga berharap setelah bulan puasa, masalah-masalah yang timbul selama permusuhan lima tahun dapat diselesaikan.
BACA JUGA:Wajib Kalian Singgahi, Inilah Destinasi Wisata di Malra yang Mempesona!
BACA JUGA:Mengenal Keindahan Destinasi Wisata di Kabupaten Sragen untuk Liburan Lebaran yang Berkesan!
“De Kock bahkan bermanis muka kepada Diponegoro dengan memberinya seekor kuda bagus warna abu-abu dan uang 10.000 gulden yang dicicil dua kali untuk biaya para pengikutnya selama bulan puasa,” jelasnya.
Tetapi setelah bulan puasa selesai, tujuan asli dari De Kock terbongkar.
Dirinya membiarkan sang pangeran menikmati kenyamanan semu.
Sembari berharap Ngabdul Kamid (nama islam Pangeran Diponegoro) menyerah tanpa syarat.
BACA JUGA:Mengungkap Pesona Alam dan Budaya Kota Ungaran: 5 Destinasi Wisata Terbaik!
BACA JUGA:Misteri Samudra Tersembunyi: Mengungkap Rahasia Air Bumi yang Tersembunyi di Bawah Kerak!
“Motif dan cara tidak terhormat seperti ini tentu tidak dikatakan secara terbuka, namun dalam pandangan De Kock, apa boleh buat, tujuan menghalalkan segala cara,” tulis Peter Carey.
Namun sikap manis De Kock selama bulan puasa, tidak meluluhkan hati Pangeran Diponegoro.
Sang pangeran tetap kukuh dalam niatnya untuk mendapatkan pengakuan sebagai sultan Jawa bagian selatan.
De Kock yang mendengar kabar tersebut lalu mengambil langkah tegas.
Pada 25 Maret 1830, dia memberi perintah kepada Louis du Perron dan A.V Michels untuk mempersiapkan kelengkapan militer guna mengamankan penangkapan sang pangeran.