Malam itu bulan hampir purnama. Saat sembahyang akan dimulai bulan bulat muncul dari permukaan laut dengan menornya.
Di atas altar tiga banthe (ulama Buddha) memimpin sembahyang. Mereka membaca kitab suci.
Nama-nama arwah yang didoakan ditulis dan dipajang di empat meja. Dua meja di kanan. Dua di kiri. Salah satu tulisan itu berbunyi: arwah donor hati Dahlan Iskan.
Sebelum sembahyang dimulai saya mendekat ke meja itu. Saya angkat kertas itu. Saya doakan dengan cara saya. Lalu saya letakkan kembali.
BACA JUGA:Menaklukkan Gunung Guntur Petualangan Mendaki Gunung Berapi di Garut
Di halaman depan vihara sudah dipajang kapal kertas. Layarnya juga terbuat dari kertas. Kapal itu dibuat sejak 10 hari sebelumnya. Perlu waktu 10 hari karena kapalnya memang besar.
Sembahyang selesai. Semua nama yang dipajang di atas meja diangkut ke kapal. Dimasukkan ke geladak kapal.
Saya diminta memulai prosesi ini.
Saya ambil kertas arwah donor hati saya dari meja sembahyangan.
Saya bawa ke kapal.
BACA JUGA:MPR Akan Surati Pimpinan MA
Saya masukkan ke kapal.
Mereka pun mengikuti apa yang saya lakukan.
Setelah semua kertas arwah memenuhi kapal saya diminta menyulutkan api. Di susul para banthe. Juga tokoh-tokoh vihara.
Api pun menjulang tinggi. Kapal terbakar. Itu pertanda semua arwah sudah dilayarkan ke langit. Kapal pun habis terbakar.
BACA JUGA:PBNU Siap Kelola Tambang Batu di Kaltim