Berdasarkan penanggalan karbon yang dilakukan oleh tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), ditemukan bahwa lapisan tanah di situs ini memiliki usia yang sangat tua, bahkan ada yang menunjukkan angka lebih dari 20.000 tahun yang lalu.
Temuan ini menimbulkan spekulasi bahwa situs ini bisa jadi adalah peradaban tertua yang pernah ditemukan di dunia, jauh sebelum peradaban Mesir Kuno atau Sumeria.
Namun, penemuan ini tidak lepas dari kontroversi. Banyak arkeolog dan peneliti yang meragukan hasil penanggalan tersebut, karena metode dan interpretasi yang digunakan dianggap tidak konvensional dan tidak sesuai dengan standar penelitian arkeologi pada umumnya.
BACA JUGA:Alun-Alun Surya Kencana: Taman Edelweiss dan Savana Luas di Puncak Gunung Gede
BACA JUGA:Cerita Mistis di Puncak Gunung Salak: Dari Kerajaan Padjadjaran hingga Curug Seribu
Mereka berpendapat bahwa batu-batu di Gunung Padang kemungkinan hanya disusun oleh manusia pada periode yang lebih modern, bukan oleh peradaban kuno seperti yang diduga oleh sebagian peneliti.
Meskipun demikian, perdebatan ini justru semakin memperkuat daya tarik Situs Gunung Padang di mata dunia, karena hingga kini misteri tentang usia dan asal-usul situs ini belum sepenuhnya terpecahkan.
Situs ini terus menjadi objek penelitian dan eksplorasi lebih lanjut untuk mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik struktur megahnya.
Struktur dan Teknologi yang Mengagumkan
Selain dari segi usia, hal lain yang membuat Situs Gunung Padang begitu memukau adalah teknologi dan teknik yang digunakan untuk membangun situs ini.
BACA JUGA:5 Rekomendasi Gunung Untuk Pendaki Pemula di Jawa Barat, Ini Nama dan Lokasinya!
BACA JUGA:Pendaki Wajib Tau, Ini Misteri Gunung Salak: Larangan Tak Boleh Dilakukan
Batu-batu yang digunakan di situs ini memiliki berat yang mencapai beberapa ton, dan disusun dengan sangat presisi tanpa menggunakan bahan perekat apapun.
Teknik penyusunan batu ini sangat canggih untuk ukuran zaman Megalitikum, dan menunjukkan bahwa peradaban yang membangun situs ini memiliki pengetahuan yang mendalam tentang arsitektur dan teknik konstruksi.
Penelitian lebih lanjut juga mengungkapkan bahwa situs ini tidak hanya terdiri dari susunan batu di permukaan, tetapi juga memiliki struktur yang lebih kompleks di bawah tanah.
Hasil survei geolistrik dan pengeboran menunjukkan adanya ruang-ruang kosong atau kamar yang tersembunyi di dalam bukit, yang memunculkan spekulasi bahwa situs ini mungkin memiliki fungsi yang lebih dari sekadar tempat pemujaan atau situs upacara.