Setiap orang Batak memiliki marga yang diwariskan dari garis keturunan ayah.
Marga ini menjadi identitas penting dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, seperti pernikahan, ritual adat, dan hubungan sosial.
Selain sistem marga, Suku Batak juga memiliki hukum adat yang disebut "Dalihan Na Tolu," yang berarti "Tungku yang Tiga." Dalihan Na Tolu menggambarkan tiga pilar utama dalam masyarakat Batak, yaitu "Hulahula" (pihak keluarga istri), "Dongan Sabutuha" (saudara semarga), dan "Boru" (pihak keluarga suami). Prinsip ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni dalam hubungan sosial.
Sebelum masuknya agama-agama besar seperti Kristen dan Islam, Suku Batak menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya pada roh leluhur dan kekuatan alam yang harus dihormati dan dijaga.
BACA JUGA:Spot-spot Populer yang Ditawarkan Jika Berwisata ke Wonosobo. Ini Tempat-tempatnya!
Salah satu praktik keagamaan yang masih dilakukan hingga sekarang adalah "Mangokal Holi," yaitu upacara penggalian tulang belulang leluhur untuk dibersihkan dan ditempatkan kembali dalam makam yang lebih layak.
Masuknya agama Kristen pada abad ke-19 membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat Batak. Misionaris Jerman, Ludwig Ingwer Nommensen, memainkan peran penting dalam penyebaran agama Kristen di tanah Batak.
Hingga kini, mayoritas orang Batak Toba memeluk agama Kristen Protestan, sedangkan Batak Karo, Simalungun, Pakpak, Angkola, dan Mandailing memiliki penganut agama Islam dan Kristen.
Suku Batak memiliki kebudayaan dan seni yang kaya, mencakup musik, tari, dan kerajinan tangan. Musik tradisional Batak sering menggunakan alat musik seperti gondang (gendang), hasapi (kecapi), dan sulim (seruling). Lagu-lagu Batak, seperti "Butet" dan "Anak Medan," terkenal hingga ke berbagai penjuru Indonesia.
BACA JUGA:Ayo, Menjelajahi Lima Destinasi Wisata Sumatera Utara Yang Mengagumkan
Tari-tarian tradisional, seperti "Tortor," adalah bagian penting dari upacara adat dan perayaan. Tortor sering kali diiringi oleh gondang dan dinyanyikan dalam bahasa Batak.
Gerakan tari Tortor tidak hanya menunjukkan keindahan seni, tetapi juga menyampaikan cerita dan nilai-nilai budaya.
Kerajinan tangan, seperti ulos (kain tenun tradisional), juga menjadi simbol penting dalam budaya Batak. Ulos digunakan dalam berbagai kesempatan, seperti pernikahan, upacara adat, dan sebagai hadiah penghormatan.
Setiap motif ulos memiliki makna khusus yang menggambarkan harapan dan doa bagi penerimanya.
BACA JUGA:8 Destinasi Wisata Menarik Di Banyuwangi Yang Mengundang Rasa Penasaran Untuk Liburan