Bismillah Karnaval

Disway--Disway

Oleh: Dahlan Iskan

Setidaknya saya sudah ke rumah masa kecil Kamala Harris. Bahwa dia kalah dalam Pilpres Amerika kemarin toh Anda sudah bisa menerima.

Setidaknya pula saya sudah ke TPS tidak jauh dari rumah Kamala Harris itu. Pukul 16.00 di hari pemungutan suara. Masih ramai. Orang begitu telat datang untuk menjatuhkan pilihan.

TPS itu berada di dalam sekolah yang diliburkan: Malcom X Elementary School. Saya bebas masuk ke TPS itu dan ambil gambar.

Di koridor luar berjaga seorang petugas pengarah arah. Di dalam ruang TPS ada tiga petugas administrasi. Seorang ketua. Dan petugas-petugas kotak suara.

BACA JUGA:Imbau Warga Waspadai Cuaca Ekstrem

Kotak suaranya seperti koper. Bermulut. Beroda. Masih ada satu kotak lagi di situ –kotak pos. Banyak juga yang datang ke TPS hanya untuk memasukkan kertas suara ke kotak pos di situ.

Dari wajah saya, ketua TPS itu rupanya tahu kami dari Indonesia. "Selamat siang," sapanya dalam bahasa Indonesia cedal.

Ia orang kulit putih. Brewok. Rambut agak awut-awutan. "Sudah empat hari kami bekerja," katanya. Yang satu hari untuk menjalani latihan menjadi petugas TPS.

Seperti di Indonesia petugas TPS juga dibayar. "Bayaran kami kecil sekali. Hanya 500 dolar," katanya. Sekitar Rp 7,5 juta.

BACA JUGA:Tingkatkan Kompetensi Jurnalis di Indonesia, Dewan Pers Apresiasi BRI Fellowship Journalism 2025

Ternyata ia sudah keliling Indonesia: Lampung, Jambi, Palembang, Bengkulu, sampai ke Aceh dan Banjarmasin. Selama enam tahun.

Ia ditugaskan ke daerah-daerah itu untuk menangani proyek air bersih. Atas pendanaan Bank Pembangunan Asia (ADB).

Di rumah Kamala Harris kami bertemu wartawati harian Los Angeles Times. Kami diwawancarai mengapa ke situ. Mel yang kami sodorkan untuk diwawancarai. Dia punya rumah tidak jauh dari rumah Kamala. Anggap saja wawancara dengan tetangga tokoh.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan