Erupsi Gunung Merapi, Begini Dampak Signifikan dan Upaya Mitigasinya di Sleman!
Menelusuri Mitos Gunung Merapi: Misteri Pasar Bubrah dan Penjaga Gaib--
KORANPARALAMPOS.CO - Gunung Merapi kembali menunjukkan aktivitas vulkanik yang intens, mengakibatkan erupsi yang membawa dampak signifikan bagi wilayah sekitarnya, terutama di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Erupsi yang terjadi tidak hanya menimbulkan awan panas dan lava yang mengalir ke beberapa sungai, tetapi juga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk kondisi atmosfer di sekitar area terdampak.
Dampak Erupsi Terhadap Kekeruhan Atmosfer
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa erupsi Gunung Merapi berdampak besar terhadap kekeruhan atmosfer atau turbiditas.
Lilik Slamet Supriatin, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, menjelaskan bahwa turbiditas atmosfer dapat disebabkan oleh faktor alami, seperti letusan gunung berapi, dan faktor antropogenik, seperti polusi udara dan kebakaran hutan.
BACA JUGA:Pendakian Gunung Telomoyo: Petualangan Ringan dengan Pemandangan Menakjubkan
Di kawasan Gunung Merapi, turbiditas atmosfer terutama dipengaruhi oleh awan panas (wedus gembel) dan debu vulkanik yang dihasilkan selama erupsi.
Lilik menjelaskan bahwa turbiditas yang tinggi mengakibatkan berkurangnya visibilitas dan gangguan kesehatan, serta dapat mempengaruhi koefisien pemadaman, yaitu pengurangan cahaya matahari yang diterima permukaan bumi.
Dalam kondisi normal, koefisien pemadaman berada di angka sekitar 30 persen, namun bisa meningkat hingga 65 persen pada hari-hari dengan polusi tinggi.
Perubahan kecil dalam koefisien pemadaman ini dapat mengurangi visibilitas hingga 50 persen, yang tentu berdampak pada kegiatan sehari-hari masyarakat di wilayah terdampak.
BACA JUGA:Pendakian Gunung Kembang: Menaklukkan Keindahan Gunung di Jawa Tengah
Pengukuran Turbiditas Melalui Penginderaan Jauh
Penelitian BRIN menggunakan teknik penginderaan jauh untuk mengukur turbiditas atmosfer dengan mengambil data produktivitas primer kotor (GPP) dari satelit.
GPP merupakan ukuran kemampuan ekosistem dalam menyerap cahaya matahari untuk proses fotosintesis, yang dapat terpengaruh oleh tingkat kekeruhan atmosfer.
Dari hasil penelitian, teridentifikasi adanya penurunan GPP yang signifikan pada beberapa erupsi besar Gunung Merapi, seperti pada tahun 2006, 2010, dan 2023.
Penurunan GPP terbesar tercatat pada erupsi tahun 2010, dengan penurunan hingga 36 persen dibandingkan kondisi sebelum erupsi. Penurunan ini disebabkan oleh intensitas energi yang lebih tinggi, serta luasnya area terdampak oleh lava dan awan panas.
BACA JUGA: Pendakian Gunung Sikendil: Menjelajahi Keindahan Alam yang Tersembunyi
Hasil ini menunjukkan betapa besar dampak erupsi terhadap produktivitas ekosistem di sekitar Gunung Merapi, yang pada gilirannya mempengaruhi aktivitas pertanian dan kualitas lingkungan.
Aktivitas Vulkanik dan Potensi Bahaya
Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus menunjukkan aktivitas vulkanik yang signifikan.
Pada Minggu, 18 Agustus 2024, tercatat terjadi 13 kali guguran lava dengan jarak luncur maksimum 1,6 kilometer ke arah Kali Bebeng.